SHOLATLAH KAMU SEBELUM KAMU DI SHOLATI
Kewajiban dan syi'ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan kufur' antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
"Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim)
"Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan berarti ia kafir." (HR- Nasa'i, Tirmidzi dan Ahmad)
Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat RA. Abdullah bin Syaqiq Al 'Uqaili berkata, "Para sahabat Nabi SAW tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya adalah kufur selain shalat." (HR. Tirmidzi)
Tidak heran jika Al Qur'an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus menjadi penutup. Pada awalnya Allah berfirman:
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusu' dalam shalatnya." (Al Mu'minun: 9)
Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang Muslim dan masyarakat Islam.
Al Qur'an juga menganggap bahwa menelantarkan (mengabaikan) shalat itu termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus menerus mengabaikan shalat dan menghina keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri kalau pengen tau klik baca selanjutnya masyarakat kafir. Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (Maryam: 59)
Allah SWT juga berfirman mengenai sikap orang-orang kafir yang mendustakan risalah sebagai berikut:
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ruku'lah, niscaya mereka tidak mau ruku'." (AI Mursalat: 48)
Kemudian dalam ayat lainnya Allah berfirman:
"Dan apabila kamu menyeru mereka untuk shalat, mereka menjadikannnya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (Al Maidah: 57)
Sesungguhnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang Rabbani, baik secara ghayah (orientasi) maupun wijhah (arahan). Sebagaimana Islam itu agama yang Rabbani, baik secara nasy'ah (pertumbuhan) maupun masdar (sumbernya), masyarakat yang ikatannya sambung dengan Allah SWT, terikat dengan ikatan yang kuat. Shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah. Ketika ia tenggelam dalam bahtera kehidupan maka datanglah shalat untuk menerjangnya. Ketika dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika diliputi oleh dosa-dosa atau hatinya penuh debu kelalaian' maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan"kolam renang" ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati lima kali dalam setiap hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.
Ibnu Mas'ud meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Kamu sekalian berbuat dosa, maka kamu telah melakukan shalat subuh maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu sekalian berbuat dosa, maka jika kamu melakukan shalat zhuhur, maka shalat itu membersihkannya, kemudian berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat 'asar maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat maghrib, maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat isya', shalat itu akan membersihkannya, kemudian kamu tidur maka tidak lagi di catat dosa bagi kamu hingga kamu bangun." (HR. Thabrani)
Pelaksanaan shalat dalam Islam mempunyai keistimewaan yaitu dengan berjamaah dan adanya adzan. Berjamaah dalam shalat ada yang menyatakan fardhu kifayah sebagaimana dikatakan oleh mayoritas para Imam dan ada yang mengatakan fardhu 'ain sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad.
Karena pentingnya shalat berjamaah maka Rasulullah SAW serius akan membakar rumah-rumah suatu kaum dengan api karena mereka ketinggalan dari shalat berjamaah dan mereka shalat di rumah-rumah mereka. Ibnu Mas'ud berkata tentang shalat:
"Kamu bisa melihat generasi kami (para sahabat), tidak ada yang tertinggal dari shalat berjamaah kecuali orang yang sakit atau munafik yang diketahui nifaqnya." (HR. Muslim)
Karena pentingnya shalat berjamaah maka Islam menekankan kepada kita untuk senantiasa mendirikan shalat secara berjamaah, walaupun di tengah-tengah peperangan. Maka dianjurkan untuk shalat"Khauf." Shalat ini merupakan shalat berjamaah yang khusus dilakukan pada saat peperangan di belakang satu imam dengan dua tahapan. Pada tahap pertama sebagian orang-orang yang ikut berperang shalat terlebih dahulu satu rakaat di belakang imam, kemudian meninggalkan tempat shalat untuk menuju ke medan perangnya dan menyempurnakan shalatnya di sana, kemudian pada tahapan berikutnya datanglah sebagian yang semula menghadapi musuh, untuk mengikuti shalat dibelakang imam.
Ini semua mereka lakukan dengan membawa senjata perang dan dengan penuh kewaspadaan. Mengapa ini semua mereka lakukan? Semata-mata agar tidak seorang pun dari mujahidin yang kehilangan keutamaan shalat berjamaah yang sangat ditekankan oleh Islam. Allah menjelaskan dalam firman-Nya,
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, la1u mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu." (An-Nisa': 102)
Yang dimaksud dengan firman Allah, "Farijaalan aur-rukhaanan" adalah shalatlah kamu sambil berjalan atau berkendaraan, menghadap ke kiblat atau tidak, semampu kamu, ini sesuai dengan orang yang naik pesawat, mobil, tank dan lain-lain Shalat, sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani dalam kehidupan seorang Muslim. Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dengan dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang rapi, menghadap ke kiblat' ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya' seperti gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat punya nilai lebih dari sekedar ibadah. Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta'lim yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Shalat merupakan tathbiq 'amali (aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal. Yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah. Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani: "Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur'an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum'at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?
Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang kuat. Dan sungguh telah terlintas dalam benak saya ketika sedang menjelaskan prinsip-prinsip kemasyarakatan saat ini bahwa shalat yang tegak dan sempurna itu bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil dari"Komunisme" makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari"kediktatoran" makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk berjamaah' mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat juga mengambil dari"Demokrasi" suatu bentuk nasehat, musyawarah dan wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan.
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai"mizan" atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
"Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka saksikanlah untuknya dengan iman." (HR. Tirmidzi)
Kemudian Nabi membaca firman Allah sebagai berikut:
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (At-Taubah: 18)
Dari sinilah, maka pertama kali muassasah (lembaga) yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah beliau hijrah ke Madinah adalah Masjid Nabawi. yang berfungsi sebagai pusat ibadah, kampus bagi kajian keilmuan dan gedung parlemen untuk musyawarah.
Umat bersepakat bahwa siapa yang meninggalkan shalat karena menentang kewajiban shalat dan karena menghinanya maka ia telah kafir. Dan mereka berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan tidak secara sengaja tetapi karena malas, sebagian mereka ada yang menghukumi kafir dan berhak dibunuh seperti pendapat Imam Ahmad dan Ishaq. Sebagian lagi ada yang menghukumi fasiq dan berhak dibunuh, seperti Imam Syafi'i dan Malik, dan sebagian yang lain ada yang mengatakan fasik dan berhak mendapat ta'zir (hukuman, atau pengajaran dengan dipukul dan dipenjara sampai ia bertaubat dan shalat, seperti Imam Abu Hanifah. Tidak seorang pun di antara mereka mengatakan bahwa shalat itu boleh ditinggalkan menurut kehendak seorang Muslim, jika mau ia kerjakan dan jika ia tidak mau, maka ia tinggalkan dan hisabnya terserah Allah.Bukan pula masyarakat Islam itu yang membangun perkantoran-perkantoran, lembaga-lembaga, pabrik-pabrik dan sekolah-sekolah, sementara di dalamnya tidak ada Masjid yang dipergunakan untuk shalat dan didengungkan suara adzan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang sistem kerjanya tidak mengenal waktu shalat, sehingga bagi siapa saja dari karyawannya yang tak menepati peraturan itu (yang tidak mengenal waktu shalat) akan dikenakan sanksi yang sesuai dan akan dituding sebagai berbuat kesalahan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang ketika mengadakan seminar, resepsi, pertemuan-pertemuan dan ceramah-ceramah, sementara ketika masuk saatnya shalat tidak ada suara adzan dan tidak didirikan shalat. Sebelum itu semuanya, bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak mengajarkan shalat kepada putera-puterinya di sekolah-sekolah dan di rumah-rumah, sejak masa kanak-kanak. Maka ketika mereka berusia tujuh tahun mereka harus diperintahkan, dan ketika berusia sepuluh tahun mereka dipukul apabila meninggalkan shalat.Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak menjadikan shalat termasuk serangkaian kurikulum pendidikan pengajaran dan penerangan yang pantas diperhatikan dalam agama Allah dan dalam kehidupan kaum Muslimin.
Majalah Asy-Syihab, Tafsir awal-awal Surat Al Baqarah
Rabu, 31 Maret 2010
Ambil Islam seluruhnya atau tinggalkan sama sekali
Setiap sistem mempunyai falsafah dan gagasannya tentang kehidupan.
Setiap sistem mempunyai masalah-masalah yang timbul dari penerapannya
dan mempunyai persoalan-persoalan yang sesuai dengan watak dan
pengaruhnya di alam nyata. Demikian pula setiap sistem mempunyai
penyelesaian-penyelesaian untuk menghadapi persoalan dan masalah yang
timbul dari watak dan metodenya.
Jadi tidak logika, dan juga tidak adil, kalau dari suatu sistem tertentu diminta penyelesaian dari masalah-masalah yang tidak ditimbulkannya
sendiri, tetapi ditimbulkan oleh suatu sistem lain yang berbeda watak dan
metodenya dari sistem itu.
Islam adalah suatu sistem kemasyarakatan kalu pengen jelas klik dibawah ini yang lengkap, yang segi-seginya
saling berjalinan dan saling mendukung. Sistem ini berbeda
wataknya, gagasannya tentang kehidupan dan cara-cara pelaksanaannya dari
sistem-sistem Barat, dan dari sistem yang kita pakai sekarang ini. Perbedaan
ini adalah perbedaan pokok dan menyeluruh. Sudah pasti bahawa sistem
Islam itu tidak ikut serta dalam menimbulkan persoalan-persoalan yang
terdapat dalam masyarakat sekarang ini.
Tetapi yang aneh setelah itu, bahawa Islam banyak sekali
diminta pendapat mengenai persoalan-persoalan itu. Islam diminta untuk
mengemukakan penyelesaiannya. Ia diminta untuk mengeluarkan pendapat
tentang masalah yang tidak ditimbulkannya, dan ia tidak ikut serta dalam
menimbulkannya. Mengenai masalah-masalah seperti “Wanita dan Parlimen”, “Wanita dan Kerja”, “Wanita dan Pergaulan Bebas”, Masalah Seks Para Pemuda” dan lain-lain sebagainya. persoalan yang dipunyai sistem-sistem yang dilaksanakan dalam masyarakat ini, yang tidak percaya kepada Islam, dan tidak suka kepada pemerintah Islam?
Kenapa masalah-masalah perincian ini diminta untuk disesuaikan
dengan hukum Islam, padahal sistem Islam itu sebagai keseluruhan diusir
dari pemerintahan, diusir dari sistem kemasyarakatan, diusir dari
perundang-undangan negara dan diusir dari kehidupan bangsa?
Islam adalah suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Jadi
Islam dapat diambil sebagai suatu keseluruhan dan dapat pula ditinggalkan
sebagai suatu keseluruhan. Tetapi kalau Islam diminta untuk mengeluarkan
pendapat dalam urusan yang kecil-kecil, tetapi sama sekali tidak
diperhatikan dalam masalah prinsip yang besar-besar yang menjadi dasar
kehidupan dan masyarakat, maka masalah-masalah kecil seperti ini tidak
boleh diterima oleh seorang Islam, jangankan oleh seorang ulama, untuk
Islam.
Jawaban yang harus diberikan kepada setiap orang yang meminta
pendapat tentang suatu persoalan perincian dan masalah-masalah yang
terdapat pada masyarakat-masyarakat yang tidak percaya kepada agama
Islam dan tidak mengakui hukum Islam, adalah sebagai berikut
Pertama-tama jadikan Islam memerintah seluruh kehidupan.Kemudian setelah itu baru diminta pendapat Islam tentang persoalan-persoalan
yang ditimbulkan Islam itu sendiri, bukan yang ditimbulkan suatu
sistem lain yang bertentangan dengan Islam. Islam mendidik manusia dengan suatu pendidikan tertentu, dan
memerintah manusia dengan suatu hukum tertentu, mengatur masalah-masalah mereka atas dasar-dasar tertentu, menciptakan unsur-unsur
kemasyarakatan, perekonomian dan perasaan tertentu. Jadi pertama-tama
Laksanakanlah Islam itu sebagai suatu keseluruhan, dalam sistem
hukum dan pemerintahan, dalam dasar-dasar perundang-undangan dan
dalam prinsip-prinsip pendidikan. Baru setelah itu kita dapat melihat apakah
masalah-masalah yang ditanyakan itu masih ada dalam masyarakat, atau
menghilang dengan sendirinya. Tetapi sebelum hal ini dilakukan, apa
hubungan Islam dengannya, dengan semua masalah yang tidak akan pernah
dikenal oleh suatu masyarakat Islam yang benar?
Ciptakanlah masyarakat Islam yang diperintah oleh hukum Islam dan
prinsip-prinsip Islam, didiklah wanita dan pemuda dengan pendidikan Islam
yang sebenarnya, di rumah, di sekolah, dalam masyarakat, dan ciptakanlah
jaminan-jaminan kehidupan yang telah ditentukan Islam untuk semua orang,
realisasikan keadilan Islam yang telah diwajibkannya untuk semua orang.
Pada saat-saat tertentu ada orang-orang yang bertanya: Apakah kita
akan memotong tangan ribuan pencuri setiap tahun demi untuk
melaksanakan hukum Allah?
Orang-orang ini juga melakukan kesalahan yang sama. Sedangkan
orang-orang yang menjawabnya dengan fiqh Islam, telah melakukan dua
macam kesalahan sekaligus.
Ribuan pencuri yang terdapat setiap tahun bukanlah akibat dari
masyarakat Islam, dan juga bukan dari sistem Islam. Ia merupakan hasil dari
suatu masyarakat lain yang telah mengusir Islam dari kehidupannya, dan
melaksanakan suatu sistem kemasyarakatan lain yang tidak dikenal oleh
Islam. Para pencuri itu adalah produk dari suatu masyarakat yang
membolehkan adanya orang-orang lapar dan miskin, tanpa mengemukakan
penyelesaian dan masalah yang mereka hadapi, suatu masyarakat yang tidak
menyediakan makanan yang cukup untuk jutaan orang, tidak mendidik jiwa
kemanusiaan, dan tidak menghubungkan seluruh kehidupan dengan Allah
dan juga tidak dengan syari’at Allah.
Demikian pula ada di antara orang yang bertanya kepada anda
tentang masalah seks di kalangan pemuda, jikalau mereka mengikuti ajaran-ajaran Islam. Orang-orang ini melihat kehidupan pemuda-pemuda yang hidup dalam suatu masyarakat yang bukan Islam. Segala yang terdapat di sana merangsang naluri mereka. Segala yang terdapat di sana memhangkitkan
syahwat mereka. Lalu mereka meminta pendapat Islam tentang masalahmasalah yang dihadapi pemuda-pemuda ini.
Dalam masyarakat Islam tidak terdapat pemudi-pemudi yang berbaju
mini atau bertelanjang, wanita-wanita yang suka menggoda orang lain atau
digoda, yang berkeliaran di setiap tempat, menyebarluaskan fitnah dan
kekacauan, dan semuanya itu untuk keuntungan syaitan. Dalam masyarakat
Islam tidak terdapat gambar-gambar telanjang, dan film-film porno.
Dalam masyarakat Islam tidak terdapat koran yang menyiarkan
gambar-gambar telanjang, kata-kata yang lucah dan lelucon yang melanggar agama, yang dapat dijumpai di setiap tempat. Dalam masyarakat Islam tidak terdapat minuman-minuman keras yang mendorong manusia untuk berbuat hal-hal yang tidak sopan, yang dapat menghilangkan kehendak dan pemikirannya.
Akhirnya masyarakat Islam itu akan mempersiapkan pemuda untuk dapat hidup bersuami-isteri dengan cepat, kerana perbendaharaan negara akan membantu orang-orang yang ingin hidup baik dalam sebuah rumah tangga.
Jadi kalau anda ingin memperoleh gambaran pendapat Islam tentang
masalah seksual dalam kalangan pemuda, maka pertama-tama laksanakanlah sistem Islam secara keseluruhan. Baru setelah itu dilihat, bukan sebelumnya, apakah para pemuda masih mempunyai masalah di bidang seks atau tidak.
Semua potensi mereka ini harus diarahkan kepada pelaksanaan sistem Islam dan hukum Islam dalam segala segi kehidupan. Mereka seharusnya menuntut agar Islam itu menguasai sistem masyarakat dan undang undang sejagat. Pendidikan Islam itu harus menguasai sekolah, rumahtangga dan masyarakat. Islam harus diambil sebagai suatu keseluruhan dan dibiarkan untuk melakukan kegiatannya dalam kehidupan sebagai suatu penyeluruhan. Inilah yang lebih sesuai untuk kehormatan Islam dan kehormatan orang-orang yang menyeru kepada Islam
Taubat dari Kemunafikan
Sebagaimana Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang zhahir dan terang-terangan, Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang tersembunyi, yang ditutupi dengan keimanan lisan. Yaitu yang terkenal dengan nama "kemunafikan" dan orangnya adalah kaum "munafiqin".
Yaitu mereka yang berkata:
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sabar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya." (QS. al Baqarah: 8-10).
Taubat dari Kemunafikan
Sebagaimana Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran pengen tau klik donk yang zhahir dan terang-terangan, Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang tersembunyi, yang ditutupi dengan keimanan lisan. Yaitu yang terkenal dengan nama "kemunafikan" dan orangnya adalah kaum "munafiqin".
Yaitu mereka yang berkata:
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sabar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya." (QS. al Baqarah: 8-10).
Taubat dari kemunafikan ini adalah tidak sekadar mengungkapkan dan memberitahukan keisalamannya. Karena sebelumnya ia memang telah Islam. Namun, yang patut ia lakukan adalah agar ia bersifat dengan empat sifat yang disebutkan dalam surah an-Nisa. Setelah Al Quran membongkar sifat asli mereka, dan apa yang tersembunyi dalam diri mereka: yaitu mereka memberikan loyalitas mereka kepada kaum kafirin, bukan kaum mu'minin, serta mereka mencari kemuliaan dari kaum kafirin itu:
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di samping orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah." (QS. an-Nisa: 138-139).
Serta mereka selalu mencari kelengahan kaum mu'minin, dan berada di tengah-tengah antara kaum kaum mu'minin dan kaum kafirin untuk mencari keuntungan.
"(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: 'Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." (QS. an-Nisa: 141).
Juga dari tindakan mereka mempermainkan dan menipu Allah dan Rasul-Nya, dan mereka malas menjalankan kewajiban-kewajiban agama dan lalai dari berdzikir kepada Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan Shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah , maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya." (QS. an-Nisa: 142-143).
Setelah Allah SWT membongkar sifat-sifat orang-orang munafik, namun Allah SWT tidak menutup pintu bagi mereka. Namun malah membukakan pintu taubat dengan syarat-syaratnya. Seperti firman Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."( QS. An-Nisa: 145-146.)
Di antara tanda-tanda sempurnanya taubat mereka adalah mereka memperbaiki apa yang dirusak oleh sifat munafik mereka. Serta agar mereka hanya berpegang pada Allah SWT saja bukan kepada manusia. Dan dengan ikhlas beribadah kepada Allah SWT, hingga Allah SWT mengikhlaskan mereka untuk agama-Nya. Dengan itu, mereka bergabung ke dalam barisan kaum mu'minin yang jujur.
Dalam surah lain, Allah SWT berfirman:
"Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi." (QS.at-Taubah: 74)
Taubat dari Dosa-dosa Besar
Sebagaimana Al Quran menyebutkan taubat dari kemusyrikan dan kemunafikan, Allah SWT juga menyebutkan taubat dari dosa-dosa besar. Seperti membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT kecuali dengan haknya. Juga zina yang Allah SWT cap sebagai jalan yang buruk dan kotor. Dan al Quran menggolongkan kedua perbuatan dosa besar ini dalam kelompok dosa yang paling besar setelah syirik. Allah SWT berfirman tentang sifat ibadurrahman.
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al Furqan: 68-70)
Tampak banyak ayat-ayat berbicara tentang iman setelah taubat, dan menyambung antara keduanya. Seperti terdapat dalam ayat ini. Firman Allah SWT:
"Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung." (QS. al Qashash: 67). Serta firman Allah SWT setelah menyebutkan beberapa Rasul-Nya dan nabi-nabi-Nya serta para pengikut mereka yang saleh, yang apabila dibacakan kepada mereka ayat Al Quran mereka segera tunduk sujud dan menangis. Kemudian Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (QS. Maryam: 59-60)
Dan seperti dalam firman Allah SWT:
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat , beriman , beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar." (QS. Thahaa: 82)
Apa rahasia penggabungan ini, yaitu pengggabungan antara iman dengan taubat? Yang dapat aku tangkap, keimanan akan mengalami kerusakan ketika seseorang melakukan dosa besar. Hingga sebagian hadits menafikan keimanan itu dari orang-orang yang melakukan dosa besar ketika mereka melakukannya. Seperti dalam hadits Bukari Muslim dari Nabi Saw beliau bersabda:
"Tidaklah berzina orang yang berzina dan saat itu ia mu'min, dan tidak meminum khamar orang yang meminumnya dan saat itu ia mu'min, dan tidak pula mencuri orang yang mencuri dan saat itu ia mu'min".
Oleh karena itu, taubat adalah reparasi dan penyembuhan bagi keimanan yang mengalami kerusakan itu.
Taubat dari Menyembunyikan Kebenaran
Di antara dosa yang besar, yang ditunjukkan dan anjurkan al Quran agar kita segera bertaubat darinya adalah: dosa menyembunyikan kebenaran serta tidak menjelaskannya kepada manusia. Ini adalah dosa para ahli ilmu pengetahuan yang mempunyai kewajiban utnuk menyampaikan risalah-risalah Allah SWT, dan menjelaskan hukum Allah SWT kepada mereka. Serta mengatakan kebenaran, serta tidak menyembunyikannya, tidak seperti tindakan ahli kitab yang mendapatkan kecaman dari Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima." (QS. Ali Imran: 187).
Karena mereka menyembunyikan berita gembira akan datangnya Muhammad Saw yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, serta mereka merubah dan menggantinya, karena semata kepentingan dunia, yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai "harga yang murah". Seperti firman Allah SWT:
"Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. an-Nisa: 77).
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!." (QS. al Baqarah: 174-175)
Lihatlah ancaman yang besar ini terhadap orang-orang yang menyembunyikan itu, yang mengandung ancaman material: "mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api ", serta maknawi: "dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka ", dan mereka mengalami kerugian dalam transaksi mereka: "Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan ". Itu semua semata karena mereka menyesatkan hamba-hamba Allah dengan menyembunyikan persaksian mereka akan kebenaran:
"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?." (QS. Al Baqarah 140)
Oleh karena itu taubat amat diperintahkan secara kuat dari mereka semua, sehingga mereka selamat dari azab ini, serta dari laknat Allah SWT dan sekalian orang yang melaknat. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al Baqarah: 159-160)
Agar taubat mereka diterima, disyaratkan agar: mereka memperbaiki apa yang mereka telah rusak, dan menjelaskan apa yang mereka sembunyikan.
Jika ini adalah dosa orang yang menyembunyikan kebenaran, maka dapat dibayangkan apa dosa orang yang "mendistorsi kebenaran" itu, serta menampakkan kebenaran itu seakan suatu yang bathil, sehingga manusia tidak memilihnya. Sementara mereka menghias kebathilan, dengan lidah dan tulisan mereka, sehingga manusia memilihnya? Tak diragukan lagi, dosa mereka lebih besar, dan kesalahan mereka lebih berbahaya. Dalam masalah ini banyak tergelincir penulis, pengarang, jurnalis, kalangan pers, seniman, para ahli pidato dan semacamnya. Yaitu mereka yang menciptakan opini publik serta menggerakkan kecenderungan mereka.
Taubat mereka tidak sah hanya dengan sekadar menyesal. Namun mereka harus memperbaiki dan menjelaskannya kepada orang banyak. Karena mereka telah banyak merusak akal dan dhamir banyak manusia, serta menyesatkannya. Mereka harus melenyapkan atau menarik peredaran faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan itu, baik berupa buku, kaset, atau film dengan segala cara. Dan jika mereka tidak mampu maka mereka harus menjelaskan kepada khalayak melalui koran atau media lainnya. Dan mereka harus menjelaskan dengan gamblang sikap mereka yang baru dan kembalinya dia dari sikap dan tindakannya sebelumnya, dengan berani dan yakin (Seperti yang dilakukan oleh Dr. Mushthafa Mahmud, Khalid Muhammad Khalid, dan yang lainnya yang diberikan petunjuk oleh Allah SWT ).
________________________________________
Judul Asli: at Taubat Ila Allah
Pengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Maktabah Wahbah, Kairo
Cetakan: I/1998
Minggu, 28 Maret 2010
TUGAS MASYARAKAT ISLAM TERHADAP TATA KEHIDUPAN ISLAMI
Sesungguhnya tugas masyarakat Islam di sini sebagaimana tugasnya yang kontinyu adalah memasyarakatkan adab-adab tersebut dan mendidik putra putrinya untuk memiliki adab Islami. Juga mendidik murid-muridnya untuk berakhlaq Islami dalam seluruh jenjang dan tingkatan pendidikan, dari masa kanak-kanak (balita) hingga perguruan tinggi dan mendorong hal itu (berakhlaq) kepada ummat dengan segala sarana yang ada dan dengan segala metode atau cara yang berpengaruh luas. Misalnya melalui makalah dan artikel, cerpen dan puisi, teater dan tilm, buletin dan buku, majalah dan surat kabar, mutiara kata dan karikatur, dan masih banyak lagi. Dan hendaknya bekerja sama dengan yayasan atau lembaga yang ada, seperti masjid, gedung teater, sekolah, stasiun televisi, penerbit dan sebagainya. Tidak boleh membangun peralatan di satu sisi, sementara menghancurkan sarana-sarana di sisi yang lain, sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:
"Jika suatu hari bangunan itu telah sempurna, sementara kamu membangun sedangkan selain kamu merobohkannya."
"]ika ada seribu pembangun kemudian ada satu yang merusak maka sudah cukup, tetapi bagaimana jika yang membangun itu satu, sementara jika anda penasaran klik dulu selanjutnya yang merusak ada seribu."
Apalagi perusakan di masa sekarang ini menggunakan ranjau, bukan lagi dengan kapak, dan ini benar-benar terjadi pada materi maupun moral secara keseluruhan.
Kewajiban masyarakat Islam dewasa ini adalah membersihkan tata kehidupan masyarakat dan tradisinya dari berbagai hal yang asing sehingga mempengaruhi tabiatnya yang seimbang dan adil. Baik hal itu dipengaruhi oleh masa-masa jatuhnya pemikiran dan kemunduran peradaban Islam atau juga akibat serangan dengan munculnya peradaban Barat Modern dengan berbagai bid'ah dan kemungkaran, baik di bidang mode pakaian, perkakas rumah tangga, makanan, minuman, resepsi pernikahan dan berbagai acara yang lainnya serta dalam pola hubungan antara laki-laki dan wanita dan lain-lain.
Oleh karena itu kita dapatkan masyarakat Islam sekarang ini terdiri dari dua golongan yang hidup dalam keadaan saling bertentangan.
Kalau kita ambil contoh misalnya masalah usrah (kerumah tanggaan) maka akan kita dapatkan bahwa di sana ada orang yang tidak memperbolehkan bagi yang melamar anaknya untuk melihat, sekedar melihat, padahal itu bertentangan dengan hadits-hadits shahih. Bahkan di sebagian negara, si pelamar tidak diperbolehkan melihat istrinya setelah aqad secara sah, tetapi diperbolehkan pada malam resepsi saja.
Sebagai kontradiksi dari kejadian di atas ada orang yang membiarkan anak gadisnya yang dilamar menjalin hubungan dengan laki-laki lain, atau keluar dengan orang yang melamarnya berduaan dengan bergandeng tangan, keduanya pergi menuju tempat-tempat rekreasi atau gedung-gedung bioskop di waktu siang atau malam hari, sehingga terjadilah perzinaan dan kumpul kebo.
Selain itu ada juga di antara suami yang meperlakukan istrinya, seakan-akan seperti sepotong alat perkakas yang ada di rumah. Ia tidak mau mengajaknya bermusyawarah dalam suatu hal, tidak mengakui keberadaannya dengan benar dan tidak menjaga perasaan istrinya.
Kebalikan dari itu ada orang yang menyerahkan kepemimpinan rumah tangganya kepada istrinya, sehingga dia tidak memiliki kepribadian dan tidak mempunyai pengaruh dalam kepemimpinannya. Bahkan istrinya itulah yang memerintah dan melarangnya, yang mengatur dalam keuangannya, yang mengarahkan pendidikan anak-anaknya dan yang menentukan hubungan suaminya dengan ibu bapaknya dan kerabatnya sendiri.
Kemudian dalam masalah pewarisan ada orang yang mengharamkan anak perempuannya untuk mewarisi secara sah, padahal pewarisan itu merupakan ketentuan Allah SWT untuk mereka. Mereka memberikan warisan khusus kepada anak-anaknya yang laki-laki, yang dengan begitu berarti dia telah merubah hukum dan ketetapan Allah SWT.
Sebaliknya ada orangyang ingin menyamakan pembagian waris antara anak laki-laki dan anak perempuan, yang itu bertentangan dengan ketentuan Allah SWT dalam kitab-Nya. Mereka lupa bahwa sesungguhnya syari at Islam telah membedakan antara keduanya dalam pembagian, karena Islam juga membedakan di antara keduanya dalam beban dan kewajiban terhadap masalah harta.
Contoh-contoh lainnya masih banyak sekali, dan sementara kita cukupkan dari apa yang telah kita sebutkan di atas.
Adalah wajib bagi masyarakat Islam untuk memelihara adab dan tradisi Islam, dengan segenap undang-undang dan aturannya. Mereka tidak boleh membiarkan anak gadisnya di perantauan bersama orang-orang yang merusak tata susila ummat dan ingin menghapus identitas kepribadiannya, menghancurkan tradisinya yang diambil dari wahyu Allah.
Apabila masyarakat ini telah cenderung kepada sikap main-main dalam tata kehidupannya dan menyerahkan kendali kehidupannya kepada orang-orang yang merusak dan berbuat semaunya, sungguh mereka akan segera terlepas dari risalah masyarakat Islam yang benar dan lurus.
Bukanlah disebut masyarakat Islam yang benar itu masyarakat yang terlepas dari tradisinya yang murni dan dari tata kehidupannya yang orisinil, kemudian ia menerima tradisi dan tata kehidupan lain yang asing darinya, sehingga kepribadiannya menjadi meleleh dan identitasnya lenyap, serta menjadi pengekor bagi musuh-musuh Allah, padahal Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin dunia.
Sehingga kamu lihat anak-anaknya makan dengan tangan kiri dan minum juga dengan tangan kiri. orang laki-lakinya memakai cincin emas dan wanita-wanitanya menyerupai wanita-wanita kafir dalam membuka aurat dan membuka dadanya serta menampakkan perut dan punggungnya.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang membiarkan laki-laki dan wanitanya berduaan tanpa diikat oleh hubungan pernikahan atau tanpa disertai muhrim maupun kerabatnya.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang bercampur aduk (ihktilath) antara pemuda dan pemudinya dengan alasan menjalin persahabatan dan hubungan yang erat, seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dan universitas, di tempat-tempat rekreasi dan bumi perkemahan atau di dalam kendaraan umum.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakatyang membiarkan keberadaan lembaga-lembaga yang penuh syubhat, seperti gedung-gedung bioskop, dan pusat-pusat hiburan yang penuh maksiat, yang keberadaannya merusak eksistensi ummat dan meniupkan udara beracun yang di dalamnya terdapat adzab yang pedih. Yang menghancurkan segala sesuatu atas instruksi tuannya yaitu kaum zionis, para Penjajah dan kaum komunis dengan makalah-makalah yang menyesatkan, berita-berita palsu, kisah-kisah porno, foto-foto telanjang, lagu-lagu cabul, sandiwara-sandiwara kotor, film-film yang merusak dan sinetron-sinetron yang diisi dengan kebathilan-kebathilan.
Akan tetapi masyarakat Islam yang sebenarnya adalah masyarakat yang menjaga adab-adab (tata kehidupan)-nya yang masih asli dan tradisinya yang kokoh sebagaimana memelihara (membela) tanah airnya dari penjajahan, memelihara kehormatannya agar jangan dirusak, menjaga kekayaannya agar tidak dirampas dan menjaga kemuliaannya agar tidak direndahkan.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Jumat, 26 Maret 2010
PENGARUH TATA CARA HIDUP ISLAMI
Sesungguhnya tata cara kehidupan yang Islami itu dapat mewujudkan masyarakat Islam dengan sejumlah keistimewaan (karakteristik) dan pengaruh yang positif, antara lain:
1. Tamayyuz (berpenampilan berbeda)
Maksudnya tata kehidupan dan kebiasaan itu bisa menjadikan setiap individu anggota masyarakat Islam sebagai syakhshiyah (kepribadian) yang memiliki identitas tersendiri. Jelas pendiriannya dan bisa mempertahankan diri untuk tidak meleleh dan larut oleh nilai-nilai dari luar sehingga hilang kepribadiannya, untuk kemudian mengadopsi seluruh tradisinya, tanpa dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang bermanfaat dan mana pula yang tidak. Inilah yang banyak terjadi di kalangan masyarakat Islam saat ini. Sesudah mereka terlepas dari identitasnya, tahap berikutnya mereka mengikuti budaya dan tata kehidupan masyarakat Barat secara keseluruhan, tanpa menyaring atau menyeleksi. Ini pula yang pernah diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
"Sungguh kamu akan mengikuti umat suatu kaum sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak niscaya kamu juga ikut masuk ke dalamnnya." Sahabat bertanya, "Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?" Nabi bersabda, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)." (Muttafaqun 'Alaih)
2. Al Wahdah Al 'Amaliyah (kesatuan/keseragaman amal)
Sesungguhnya tatacara kehidupan seperti ini akan mampu membentuk kehidupan kaum Muslimin, meskipun tempat mereka berjauhan, bahasa mereka berbeda-beda, darah keturunan mereka juga berlainan. Mereka memiliki keseragaman (kesatuan) amal yang realistis, disamping kesatuan problem, kesatuan prinsip dan pemikiran, yang kesemuanya itu berpangkal tolak pada kesatuan aqidah dan ibadah mereka kepada Allah.
Maka di mana saja kamu singgah di tengah-tengah kaum Muslimin di bumi mana saja mereka memberi ucapan salam kepadamu dengan kata-kata "Assalaamu Alaikum," dan menyambutmu dengan pemuliaan dan jamuan. Yang demikian itu karena mereka mengikuti adat Islam dalam menghormati tamu, sebagaimana diperintahkan oleh Nabi SAW Apabila kamu makan bersama mereka maka kamu akan mendapatkan mereka memulai makan dengan membaca bismillah, makan dengan tangan kanan, lalu mengakhirinya dengan bacaan hamdallah, dan mereka tidak akan menyuguhkan kepadamu daging babi ataupun khamr.
Dalam tata kehidupan dan tradisi Islam itu seorang Muslim ke mana saja ia pergi ia merasa seakan bertemu dengan keluarganya dan saudara-saudaranya, tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali dalam hal-hal tertentu yang berkenaan dengan kondisi lingkungan.
3. Mudah dan Sederhana
Sesungguhnya tradisi Islam dan tata cara kehidupannya ditegakkan berdasarkan fithrah dan berorientasi kepada kemudahan, menjauhi keberatan dan kesulitan serta jauh dari sikap berlebihan.
Di antara bukti dari kemudahan dan kesederhanaan itu adalah dimudahkannya segala urusan, disedikitkannya beban kewajiban, dan diringankannya dari ketidakteraturan kerja, waktu dan harta, yang tanpa adanya itu semua akan merugikan masyarakat.
Sesungguhnya tata kehidupan masyarakat Islam dalam berpakaian dan berhias bagi seorang wanita Muslimah bisa menghindarkan kerusakan yang mengancam pada setiap masa dan bisa menolak adanya persaingan mode pakaian yang merangsang, seperti menyambung rambut, mencukur dan mengecilkan alis mata, meratakan gigi, operasi kecantikan (plastik) dan lain-lain yang itu dilaknat oleh Rasulullah SAW karena termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
HARAMNYA PENDAPATAN DARI PEKERJAAN YANG KOTOR
Kaidah ini merupakan penghias sekaligus penyempurna terhadap kaidah sebelumnya. Karena kerja yang dianjurkan oleh Islam dan diakui pengarah positifnya adalah kerja yang baik (halal) sesuai dengan syari'at.
Adapun kerja yang kotor maka Islam telah melarangnya. Kerja yang kotor adalah kerja yang mengandung unsur kezhaliman dan merampas hak orang lain tanpa prosedur yang benar. Seperti ghashab, mencuri, penipuan, mengurangi takaran dan timbangan, menimbun di saat orang membutuhkan dan lain sebagainya. Atau memperoleh sesuatu yang tidak diimbangi dengan kerja atau pengorbanan yang setimpal, seperti riba, termasuk undian dan lain-lain. Atau harta yang dihasilkan dari barang yang haram, -seperti khamr, babi, patung, berhala, bejana yang diharamkan, anjing yang terlarang dan yang lainnya. Atau harta yang diperoleh dari cara kerja yang tidak dibenarkan menurut syari'at, seperti upah para dukun dan takang ramal, administrasi riba, orang-orang yang bekerja di bar-bar, diskotik dan tempat-tempat permainan yang diharamkan dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya." (HR. Ahmad)
Islam tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan, apabila cara kerjanya diharamkan. Maka orang yang memperoleh harta riba untuk membangun masjid, madrasah, darul aitam atau yang lainnya, selamanya tidak sah menurut Islam. Dalam hadits shahih disebutkan
"Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan:
"Sesungguhnya yang kotor itu tidak bisa menghapus yang kotor (juga)." (HR. Ahmad)
Sesuatu yang haram tetaplah haram menurut pandangan Islam, meskipun ada seorang qadhi yang menghalalkannya menurut zhahirnya dari bukti yang diperoleh. Allah SWT befirman:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dan pada harta benda orang lain itu dengan (jalan) berbuat dosa, padahal kamu mengetahui." (Al Baqarah: 188)
Berkenaan dengan masalah tersebut Rasulullah SAW pernah bersabda dalam haditsnya:
"Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku, baranglali sebagian kalian lebih pandai dengan hujjahnya daripada sebagian yang lainnya, sehingga aku memutuskan untuknya sebagaimana yang aku dengar. Maka barangsiapa yang aku putuskan untuknya dan hak saudaranya, maka itu menjadi sepotong dari api neraka. Maka tinggalkan atau ambillah." (HR.Bukhari - Muslim)
Meskipun qadhinya adalah Rasulullah SAW namun beliau memutuskan sesuai dengan zhahirya sesuatu. Dengan demikian maka Islam telah menjadikan nurani seorang Muslim dan ketaqwaannya sebagai penjaga atas kehidupannya dalam berekonomi.
Jika secara lahiriyah seorang qadhi telah memutuskan, maka sesungguhnya Allah selalu melihat atas segala hakikat dan rahasia.
Lebih dari itu Islam telah melarang pemanfaatan orang-orang kuat atas orang yang lemah, seperti orang-orang yang memakan harta anak yatim, para suami memakan harta isteri, pemerintah makan harta rakyatnya dan para juragan yang memakan hak-hak buruhnya, atau para tuan tanah yang memakan keringat para petani.
Di antara yang diperingatkan oleh Islam dengan keras adalah mengambil harta milik umum tanpa prosedur yang benar. Setiap orang dari putera bangsa memiliki hak, maka apabila ia mengambil secara tersembunyi atau merampas, berarti ia menzhalimi semua pihak dan mereka semua akan menjadi musuhnya di hari kiamat.
Dari sinilah datang ancaman yang keras bagi orang yang menyembunyikan ghanimah (harta rampasan perang), Allah berfirman:
"Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dilhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal. Sedang mereka tidak dianiaya." (Ali 'Imran: 161)
Harta milik umum itu diharamkan bagi para pejabat, sebagaimana dia juga diharamkan bagi karyawan bawah, maka tidak diperbolehkan bagi mereka untuk mengambil satu dirham pun atau yang lebih kecil dari itu, tanpa prosedur yang benar.
Demikian juga tidak diperbolehkan bagi mereka memanfaatkan jabatan mereka untuk memperkaya diri dengan alasan bonus atau hadiah. Bagi setiap orang yang memiliki hati nurani dan memiliki akal yang jernih niscaya mengetahui bahwa itu namanya riswah (suap) dalam bentuknya yang tersamar.
Ada seseorang yang ingin memberi hadiah kepada Umar bin Abdul Aziz, lalu beliau menolaknya, maka orang itu berkata kepada beliau, "Mengapa engkau menolak? Rasulullah SAW saja menerima hadiah." Maka beliau berkata, "Dahulu hadiah bagi Rasulullah SAW benar-benar hadiah, tetapi untuk yang ini adalah suap!"
Rasulullah SAW pernah marah kepada pegawainya yang bemama Ibnul Lutbiyah, yaitu ketika dia baru kembali dari tugasnya memungut zakat. Dengan membawa sejumlah harta, kemudian ia berkata, "Ya, Rasulullah, ini untukmu dan ini untukku," maka Nabi SAW bersabda mengingkarinya:
"Sebaiknya ia duduk-duduk di rumah ayah atau ibunya sambil menunggu, apakah ia memang diberi hadiah atau tidak" (HR. Muttafaqun 'Alaih).
Maksudnya hadiah itu tidaklah datang kepadanya karena pribadinya, bukan pula karena hubungan persahabatan, atau karena hubungan famili yang mendahului antara ia dengan orang yang memberi hadiah. Tetapi hadiah itu tidak datang kepadanya melainkan karena jabatannya, maka tidak ada hak baginya dalam hal ini.
Oleh karena itu Islamlah yang pertama kali menerapkan terhadap para pejabat dan pemerintah tentang sebuah undang-undang, "Darimana kamu mendapatkan ini? Apakah dari hasil kerja, ataukah dari hasil yang tidak diperbolehkan oleh syari'at."
Islam telah menyatakan haramnya cara bekerja yang kotor berdasarkan tujuan-tujuan sosial ekonomi sebagai berikut
1. Menjalin hubungan antar manusia atas dasar keadilan, persaudaraan, memelihara kehormatan dan memberikan setiap hak pada pemiliknya.
2. Risalah Islam datang untuk menghilangkan faktor paling utama yang dapat menyebabkan semakin lebarnya jurang perbedaan (kesenjangan) antara individu dan kelompok, karena hasil keuntungan yang kotor. Seperti bentuk komisi yang besar, yang pada umumnya datang dari melakukan praktek yang terlarang dalam usaha. Berbeda dengan kalau kita terikat dengan cara-cara yang Islami, yang diperoleh adalah keuntungan yang sederhana dari usaha yang logis.
3. Mendorong manusia untuk bekerja dan bersungguh-sungguh, di mana tidak memperbolehkan memakan harta secara bathil. Artinya tanpa ada perimbangan kerja atau keikutsertaan yang wajar, tentang untung dan ruginya, seperti judi, riba, dan yang lainnya, meskipun jumlah keuntungannya secara ekonomi sangat melimpah.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Selasa, 23 Maret 2010
KEMURTADAN SEORANG PENGUASA
Jenis kemurtadan yang paling berbahaya adalah kemurtadan seorang penguasa. Dia yang seharusnya diharapkan bisa memelihara aqidah umat dan memberantas kemurtadan serta mengusir orang-orang yang murtad dan tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk tetap tinggal di lingkungan masyarakat Islam, tetapi ternyata dia sendiri yang mempelopori kemurtadan, baik secara rahasia ataupun secara terang-terangan. Dia menyebarkan kefasikan, dan yang melindungi orang-orang yang murtad. Membukakan jendela dan pintu untuk mereka. memberikan kepada mereka simbul dan nama, sehingga kondisinya seperti yang diungkapkan dalam pepatah Arab, "Haamiiha wa Haraamiiha," atau yang dikatakan oleh seorang penyair
"Penggembala kambing itu semestinya memelihara kambingnya dari serigala, tetapi
bagaimana jika para penggembala itu sendiri menjadi serigala."
Kita lihat penguasa seperti ini telah menjadi pendukung dan pelindung musuh-musuh Allah, dan ia memusuhi wali-wali Allah (orang-orang yang beriman), menghina aqidah, melecehkan syari at,. tidak menghargai perintah dan larangan Allah dan Nabi-Nya, merendahkan seluruh kesucian dan kemuliaan ummat yaitu para sahabat yang abrar, dan keluarga Nabi yang ath-haar, khulafa' akhyaar dan para imam yang alim dan para pahlawan Islam. Mereka itu menganggap bahwa orang yang berpegang teguh pada syari'at Islam sebagai kriminal dan ekstrimis, seperti shalat di masjid bagi kaum laki-laki dan memakai hijab (jilbab) bagi kaum wanita.
Mereka tidak cukup berbuat demikian, tetapi mereka bekerja sesuai dengan falsafah (teori) "Taifif Al Manaabi'" (mengeringkan/mematikan sumber)penasaran klik dulu ya dengan berterus terang, dalam pendidikan, penerangan dan kebudayaan. Sehingga tidak tumbuh (muncul) dari padanya kecerdasan seorang Muslim dan tidak pula kepribadian seorang Muslim.
Mereka tidak berhenti sampai di situ, tetapi mereka juga mengusir (menekan) para da'i yang sebenarnya. Mereka menutup pintu-pintu bagi setiap gerakan dakwah yang jujur yang menginginkan pembaharuan dan aktualisasi semangat beragama serta memajukan (memakmurkan) dunia berdasarkan dien.
Anehnya sebagian dari mereka--selain yang berterus terang dengan kemurtadannya--ada yang senang menggunakan simbul Islam agar dikatakan oleh ummat bahwa mereka itu orang-orang Islam. Padahal mereka ingin merobohkan bangunan ummat dari dalam. Sebagian mereka ada yang berusaha menjadikan agama sebagai sentuhan saja yaitu dengan mendorong masyarakat untuk beragama dengan berpura-pura dan merekrut para ulama yang sering disebut "Ulama Sulthah dan Ulama Syurthah"(Ulama pemerintah dan spionase penguasa).
Di sinilah keadaan menjadi sulit, siapakah yang akan melaksanakan had (hukuman) kepada mereka? Atau siapakah orang (ulama) yang berani memberi fatwa atas kekufuran mereka, padahal itu kekufuran yang nyata yang dalam istilah hadits disebut "Kufrun Bawwah." Siapakah yang akan menghukumi kemurtadan mereka, sementara lembaga fatwa dan peradilan yang resmi (sah) ada di tangan (kekuasaan) mereka?
Maka tidak ada lagi yang dapat dilakukan kecuali pembentukan"Opini Umum" ummat Islam dan kesadaran umum yang Islami. Yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang bebas (dari jeratan jahiliyah) dari para ulama, para da'i dan para pemikir yang masih teguh dan tsabat di saat pintu-pintu di hadapannya telah ditutup, dan segala jalan telah diputus. Di saat itu mereka akan berubah menjadi gunung berapi yang akan meletus di hadapan para Thaghut yang murtad. Maka bukan persoalan yang gampang menghilangkan masyarakat Islam dari identitasnya atau menjatuhkan aqidah dan risalahnya yang itu merupakan sumber kekuatan dan rahasia kekekalannya.
Telah teruji dalam sejarah penjajahan Barat (Perancis) di Aljazair dan penjajahan timur (Rusia) di berbagai wilayah negara-negara Islam di Asia --meskipun pengalaman itu keras dan memakan waktu cukup lama di sana-sini--bahwa mereka tidak bisa mencabut akar identitas Islam dan kepribadian Islami dari ummat Islam. Akhirnya pergilah para penjajah itu dan tetaplah Islam dan kaum Muslimin dengan keberadaannya.
Hanya saja peperangan yang disulut untuk menghadapi Islam dan para da'inya oleh sebagian penguasa Nasionalis sekuler yang kebarat-baratan di sebuah negara. maka setelah negara itu merdeka, permusuhannya justru lebih tajam dan semakin keras daripada peperangan/serangan pada penjajah itu sendiri.
Senin, 22 Maret 2010
Menteladani madzab IMAM AL-GHAZALI
Filosuf dan Sufi abad keduabelas, Imam al-Ghazali, mengutip dalam bukunya, Book of Knowledge, ungkapan dari al-Mutanabbi: " Bagi orang sakit, air manis terasa pahit di mulut."Dengan sangat bagus, ungkapan tersebut diambil sebagai motto Imam al-Ghazali. Delapan ratus tahun sebelum Pavlov, ia menjelaskan dan menekankan (acapkali dalam perumpamaan yang menarik, kadang dalam kata-kata 'modern' yang mengejutkan) masalah pengondisian.Kendati Pavlov dan lusinan buku serta laporan studi klinis dalam perilaku manusia sudah dibuat sejak perang Korea, para siswa umum, dihadapkan pada masalah-masalah pemikiran tidak menyadari kekuatan indoktrinasi." Indoktrinasi, dalam masyarakat totalitarian, merupakan suatu ketetapan yang diinginkan dan selanjutnya menjadi keyakinan masyarakat tersebut. Dalam pengelompokan lain, kehadirannya tidak mungkin ada bahkan dicurigai. Inilah yang membuat hampir setiap orang mudah menyerangnya.Karya Imam al-Ghazali tidak hanya mendahului zamannya, tetapi juga melampui pengetahuan kontemporer mengenai masalah-masalah tersebut. Pada waktu opini disampaikan secara tertulis, dipisahkan apakah indoktrinasi (jelas maupun terselubung) diinginkan atau sebaliknya, juga apakah mutlak atau tidak. Imam al-Ghazali tidak hanya menjelaskan apakah orang-orang yang menciptakan kepercayaan, kemungkinan dalam keadaan terobsesi; dengan jelas ia menyatakan, sesuai dengan prinsip-prinsip Sufi, bahwa hal itu bukannya tidak dapat dielakkan mutlak, tetapi menegaskan bahwa hal itu esensial untuk manusia agar dapat mengenalinya.Buku-bukunya dibakar oleh kaum fanatik Mediteranian dari Spanyol sampai Syria. Sekarang ini memang tidak dilempar kedalam api, tetapi pengaruhnya, kecuali diantara kaum Sufi, mulai melemah; buku-buku tersebut tidak lagi banyak dibaca. Menurutnya, perbedaan antara opini dan pengetahuan adalah sesuatu yang dapat hilang dengan mudah. Ketika hal ini terjadi, merupakan kewajiban atas mereka yang mengetahui perbedaan tersebut untuk menjelaskannya sebisa mungkin. Kendati penemuan-penemuan, psikologi dan ilmu pengetahuan Imam al-Ghazali, dihargai secara luas oleh bermacam kalangan akademis, tetapi tidak diperhatikan sebagaimana mestinya, karena ia (al-Ghazali) secara spesifik menyangkal metode ilmiah atau logika sebagai sumber asli atau awal. Ia berada pada pengetahuannya melalui pendidikan Sufismenya, diantara kaum Sufi, dan melalui bentuk pemahaman langsung tentang kebenaran yang sama sekali tidak berhubungan dengan intelektual secara mekanis. Tentu saja, hal ini membuatnya berada di luar lingkaran kalangan ilmuwan. Apa yang lebih menimbulkan penasaran adalah bahwa temuan-temuannya begitu menakjubkan hingga orang akan berpikir, bahwa para penyelidik ingin mengetahui bagaimana dia telah menempuh atau mendapatkannya.'Mistisisme' dijuluki dengan sebutan yang buruk seperti seekor anjing dalam sebuah peribahasa, jika tidak dapat digantung, setidaknya boleh diabaikan. Ini merupakan ukuran pelajaran psikologi: terimalah penemuan seseorang jika engkau tidak dapat menyangkalnya, sebaliknya abaikan metodenya jika tidak mengikuti keyakinanmu akan metode. Jika Imam al-Ghazali tidak menghasilkan karya yang bermanfaat, secara alamiah ia akan dihargai hanya sebagai ahli mistik, dan membuktikan bahwa mistisisme tidak produktif, secara edukatif maupun sosial. Pengaruh Imam al-Ghazali pada pemikiran Barat diakui sangat besar dalam semua sisi. Tetapi pengaruh itu sendiri menunjukkan hasil suatu pengondisian; para filosuf Kristen abad pertengahan yang telah banyak mengadopsi gagasan al-Ghazali secara sangat selektif, sepenuhnya mengabaikan bagian-bagian yang telah memperlakukan kegiatan indoktrinasi mereka.
Upaya membawa cara pemikiran al-Ghazali kepada audiens yang lebih luas, daripada kepada Sufi yang terhitung kecil jumlahnya, merupakan perbedaan final antara keyakinan dan obsesi. Ia menekankan peran pendidikan dalam penanaman keyakinan religius, dan mengajak pembacanya untuk mengamati keterlibatan suatu mekanisme. Ia bersikeras pada penjelasan, bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh fanatik, dan terobsesi. Ia menegaskan bahwa, disamping mempunyai informasi serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi. Kebiasaan mengacaukan opini dan pengetahuan, adalah kebiasaan yang sering dijumpai setiap hari pada saat ini, Imam al-Ghazali menganggapnya seperti wabah penyakit. Dalam memandang semua ini, dengan ilustrasi berlimpah serta dalam sebuah atmosfir yang tidak kondusif bagi sikap-sikap ilmiah, Imam al-Ghazali tidak hanya memainkan peranan sebagai seorang ahli diagnosa. Ia telah memperoleh pengetahuannya sendiri dalam sikap Sufistik, dan menyadari bahwa pemahaman lebih tinggi -- menjadi seorang Sufi -- hanya mungkin bagi orang-orang yang dapat melihat dan menghindari fenomena yang digambarkannya. Imam al-Ghazali telah menghasilkan sejumlah buku dan menerbitkan banyak ajaran. Kontribusinya terhadap pemikiran manusia dan relevansi gagasan-gagasannya, ratusan tahun kemudian tidak diragukan lagi. Mari kita perbaiki sebagian kelalaian pendahulu-pendahulu kita, dengan melihat apa yang dikatakannya tentang metode. Apakah yang dimaksud dengan 'Cara al-Ghazali'? Apa yang harus dilakukan seseorang agar menyukainya, orang yang diakui sebagai salah seorang tokoh besar dunia bidang filsafat dan psikologi?
Perumpamaan Manusia dengan Tujuan Lebih Tinggi
Imam al-Ghazali menghubungkan tradisi dari kehidupan Isa, Ibnu Maryam; Yesus, Putra Maryam. Suatu ketika Isa melihat orang-orang duduk dengan sedih di dinding pinggir jalan. Ia bertanya, "Apa yang kalian susahkan?" Mereka menjawab, "Kami begini karena rasa takut kami terhadap Neraka." Isa pun berlalu, kemudian melihat sejumlah orang berkelompok berdiri sedih di sisi jalan. Ia bertanya, "Apa kesusahan kalian?" Mereka menjawab, "Rindu akan Surga yang membuat kami begini." Ia pun melanjutkan perjalanan, sampai pada sekelompok orang untuk yang ketiga kalinya. Mereka tampak seperti orang-orang yang memikul beban, tetapi wajah mereka bersinar bahagia. Isa bertanya, "Apa yang membuat kalian begini?" dan mereka menjawab, "Jiwa Kebenaran. Kami sudah melihat Realitas, dan hal ini membuat kami terlupa akan tujuan-tujuan yang kurang baik." Isa mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang telah mencapai. Pada Hari Perhitungan, mereka inilah orang-orang yang akan berada dalam Kehadiran Tuhan."
Tiga Fungsi Manusia Sempurna
Manusia Sempurna kaum Sufi mempunyai tiga bentuk hubungan dengan masyarakat. Hal ini berubah-ubah sesuai dengan kondisi masyarakat. Tiga sikap yang dijalankan sesuai dengan:
1.Bentuk keyakinan orang yang ada di sekitar Sufi;
2.Kemampuan murid, yang diajar sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti;
3.Suatu Lingkaran khusus masyarakat, yang akan berbagi pemahaman pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman batiniah, secara langsung.
Cinta dan Ketertarikan Diri
Jika seseorang mencintai orang lain karena memberinya kesenangan, seharusnya ia tidak menganggap bahwa ia mencintai orang tersebut sama sekali. Cinta, pada kenyatannya adalah, kendati hal ini tidak disadari, ditujukan pada kesenangan. Sumber kesenangan merupakan sasaran perhatian sekunder, dan hal itu dirasakan hanya karena persepsi mengenai kesenangan tidak cukup baik dikembangkan untuk mengenali dan menggambarkan perasaan yang sebenarnya.
Anda Harus Siap
Anda harus menyiapkan diri sendiri, untuk transisi dimana di sana tidak ada satu pun yang Anda sendiri telah terbiasa, kata Imam al-Ghazali. Setelah meninggal dunia, identitas Anda akan merespon untuk merangsang sesuatu yang pernah ia rasakan sebelumnya. Jika Anda tetap terikat dengan sesuatu yang sudah Anda kenal; hal itu hanya akan membuat Anda menderita.
Kebodohan
Manusia menentang sesuatu, karena mereka tidak mengetahuinya.
Diri yang Idiot
Jika Anda tidak dapat menemukan contoh dedikasi yang tepat pada diri seseorang, pelajarilah kehidupan kaum Sufi. Seseorang juga harus berkata pada diri sendiri, "Wahai jiwaku! Kau kira dirimu pintar dan marah jika disebut idiot. Tetapi siapa sebenarnya dirimu pada kenyataannya? Engkau buat baju untuk musim dingin, tetapi tidak menyediakan untuk kehidupan lain. Engkau seperti orang di tengah-tengah salju yang mengatakan, 'Seharusnya aku tidak mengenakan baju hangat, sebaliknya percaya pada Kemurahan Tuhan untuk melindungiku dari kedinginan'." Ia tidak menyadari bahwa, di samping penciptaan dingin, Tuhan telah meletakkan di hadapan manusia alat untuk melindungi diri sendiri.
Manusia Diciptakan untuk Belajar
Unta lebih kuat daripada manusia; gajah lebih besar; singa lebih berani; sapi dapat makan lebih banyak daripada manusia; burung lebih jantan. Tujuan manusia diciptakan adalah untuk belajar.
Nilai Pengetahuan
"Tentu saja terdapat nilai pada pengetahuan. Diberikan hanya kepada mereka yang dapat menjaga dan tidak menghilangkannya karena pengetahuan akan membuat mengerti tentang kehidupan." --(Book of Knowledge, mengutip Ikriniah)
Minggu, 07 Maret 2010
MAKNA TEGAKNYA MASYARAKAT DI ATAS AQIDAH ISLAMI
Inilah aqidah yang tegak di atasnya masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah
Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan. Ia juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan. keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas.
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa
keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam
aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam
sendiri. Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen Masyarakat Islam dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah.
Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu. Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai.
Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan
mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan
Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa;
Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke
dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah
kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu.
Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke
dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan
hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat. Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan penasaran ya klik dulu donk kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari
kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut,
"Sesungguhnya manusia Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatu dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai
masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem
pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula
dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka
aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang
pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah
dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.Masyarakat Islam Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu. Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar. Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang. Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa
kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu
jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak
memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika
berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme
dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam
pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka. Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat
Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta
pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan. http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/Makna.html Masyarakat Islam
Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Kamis, 04 Maret 2010