KEBEBASAN MENURUT AGAMA ISLAM
Di antara nilai-nilai kemanusiaan yang juga sangat diperhatikan oleh Islam adalah "kebebasan," yang dengannya dapat menyelamatkan manusia dari segala bentuk tekanan, paksaan, kediktatoran dan penjajahan. Selain itu juga bisa menjadikan manusia sebagai pemimpin dalam kehidupan ini, tetapi pada saat yang sama ia juga sebagai hamba Allah.
Kebebasan di sini meliputi: kebebasan beragama, kebebasan berfikir, kebebasan berpolitik, kebebasan madaniyah (bertempat tinggal) dan segala bentuk kebebasan yang hakiki dalam kebenaran .
Yang kita maksud dengan kebebasan agama adalah kebebasan dalam beraqidah (berkeyakinan) dan kebebasan melakukan ibadah. Maka tidak diterima keislaman seseorang di saat ia dipaksa untuk meninggalkan agama yang ia cintai dan ia peluk, atau dipaksa untuk memeluk agama yang tidak ia sukai."ash-nash Al Qur'an secara terang-terangan melarang tindakan seperti itu, sebagaimana tersebut dalam ayat Makkiyah:
"Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (Yunus: 99)
Atau sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat Madaniyah sebagai berikut:maka klik selanjutnya...
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat." (Al Baqarah: 256)
Siapa saja dari orang-orang di luar Islam yang berada dalam tanggung jawab kaum Muslimin maka dia telah mendapat hak seperti kaum Muslimin secara umum, dengan beberapa pengecualian yang ditentukan oleh agama. Maka tidak wajib baginya segala sesuatu yang diwajibkan kepada kaum Muslimin, dan tidak terlarang baginya sesuatu yang diharamkan kepada kaum Muslimin. Dengan beberapa pembatasan tertentu sesuai syari'at Islam.
Ada sebagian manusia yang menulis pada zaman ini, ia mengatakan bahwa sesungguhnya warisan Khasanah Arab dan Islam tidak mengenal adanya kebebasan dengan pemahaman modern sebagaimana yang kita dapatkan dari barat, tepatnya setelah revolusi Perancis. Akan tetapi Islam hanya mengenal makna kemerdekaan (kebebasan) itu dalam arti sekedar tidak memperbudak saja, hingga orang yang merdeka adalah orang yang bukan budak. Dan kemerdekaan itu adalah kebalikan dari perbudakan dan penghambaan.
Maka sangat memprihatinkan ketika kita mempercayai adanya kebebasan atau menyerukan kebebasan dengan mengacu pada Perancis, padahal sebelumnya kita tidak mengenalnya! Saya sungguh heran ketika mereka mengatakan seperti itu padahal mereka mengaku atau diakui sebagai intelektual atau ilmuwan.
Karena melihat fenomena seperti ini maka wajib bagi kita untuk menjelaskan beberapa hakikat kebenaran agar menjadi peringatan bagi semua pihak, antara lain sebagai berikut:
Pertama: kita tidak mengingkari bahwa asal mula dan hakikat secara bahasa dalam memberikan arti kata kemerdekaan adalah lawan dari perbudakan, yang berarti menguasai dan mendominasi terhadap seseorang. Sementara kemerdekaan berarti membebaskan dari kekuasaan tersebut dan melepaskan perbudakannya. Tetapi ini bukan arti satu-satunya dalam bahasa.
Kemerdekaan atau kebebasan memiliki arti yang luas yang juga berarti membebaskan manusia dari segala cengkeraman dan kekuasaan tidak benar, dari penguasa yang zhalim atau kekuatan yang diktator.
Makna ini sebagaimana dikatakan oleh Umar Bin Khattab kepada gubernur Mesir 'Amr bin 'Ash, yang kemudian kata-kata itu sempat terlupakan dalam timbunan sejarah. Umar berkata:
"Bilakah engkau memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka!?"
Kata-kata tersebut sekarang telah menjadi undang-undang dan deklarasi hak-hak asasi manusia. Ali bin Abi Thalib juga pernah berpesan kepada puteranya:
"Janganlah kamu menjadi budak orang lain, karena Allah telah menjadikan kamu merdeka."
Para penyair banyak mempergunakan kata-kata "kemerdekaan" dengan arti manusia terhormat, seperti kata seorang penyair sebagai berikut:
"Seorang hamba sahaya dipukul dengan tongkat, sedangkan orang yang mulia cukup dengan celaan."
Dalam pepatah dikatakan:
"Sabar adalah pahit, dan tidak ada yang sanggup menegaknya kecuali orang yang mulia."
Tidak adanya kata-kata atau istilah tertentu yang menunjukkan satu pengertian atau kandungan makna yang kita ketahui sekarang itu bukan berarti tidak adanya arti atau kandungan tersebut. Karena kadang-kadang arti itu kita dapatkan pada kata-kata atau istilah yang lain, kadang-kadang juga banyak digunakan dalam kata-kata atau istilah-istilah yang lainnya.
Misalnya, seorang peneliti tidak mendapatkan dalam khasanah kata kalimat "Al Musaawaat" (emansipasi) digunakan sebagaimana kita pergunakan sekarang ini.
Tetapi dengan pembahasan yang sederhana ia akan mendapatkan maknanya banyak tersebar di dalam ayat-ayat Al Qur'an Al Karim dan hadits-hadits Rasulullah SAW dan dalam berbagai ibadah dalam Islam. Seperti dalam shalat, puasa, haji dan umrah, dan di dalam hukum-hukum Islam dan sanksi-sanksinya yang tidak membedakan antara orang bangsawan atau orang rendahan, serta di dalam prinsip-prinsip Islam yang menghilangkan perbedaan antar jenis kelamin, warna kulit dan status sosial ekonomi, dan menjadikan manusia sama rata seperti samanya gigi sisir, kecuali oleh taqwanya.
Contoh dari hal tersebut di atas adalah kata-kata "Al Hurriyah" yang kadang-kadang diartikan dengan "karamah" (kemuliaan), seperti dalam firman Allah SWT:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Al Isra': 70)
Atau terkadang diartikan dengan 'izzah (kekuatan), seperti dalam firman Allah SWT:
"Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin." (Al Munafiqun: 7)
Atau dengan arti diharamkannya memaksa dan menghardik (membentak), seperti dalam firman Allah SWT:
"Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya." (Adh-Dhuha: 9-10)
Atau dengan arti menteror dan menakut-nakuti, seperti sabda Rasul SAW:
"Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti Muslim lainnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Atau dengan arti diharamkannya memukul dan menyiksa, seperti sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa mencambuk punggung seorang Muslim dengan tanpa kebenaran maka ia akan bertemu dengan Allah, sedang Allah murka kepadanya." (HR. Thabrani)
Atau dengan selain itu semuanya.
Lebih dari itu Islam menyeru kepada kita untuk berperang dan mengumumkan peperangan dalam rangka untuk membebaskan orang-orang yang tertindas di bumi ini dari cengkeraman para penindas, penjajah dan orang-orang yang diktator. Allah SWT berfirman:
"Mengapa kamu tidak rnau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik dari laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zhalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau." (An-Nisa': 75)
Apabila manusia tidak mampu untuk memberantas tekanan dan penindasan, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak bisa hijrah dari kampung halaman mereka, dan tidak alasan atas diri mereka untuk menerima kehinaan dan tetap di bawah cengkeraman kezhaliman dan penindasan. Al Qur'an telah memberi ancaman yang keras bagi orang yang rela untuk hidup terhina dan menyerah, di mana ia tidak termasuk orang yang memerangi, dan tidak pula termasuk orang yang berhijrah bersama Muhajirin. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah)." Para Malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan õidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaaf lagi Maha Pengampun." (An-Nisa': 97-99)
Sesungguhnya orang yang memberikan haknya kepada Islam berupa pemahaman dan merenungkannya akan mendapatkan bahwa sesungguhnva inti dari semuanya adalah tauhid. Taubid adalah "ruh eksistensi Islam," tauhid merupakan asas pemikiran dan asas fiIsafat yang merealisasikan prinsip kebebasan, persaudaraan dan persamaan secara keseluruhan.
Kalimat tauhid adalah kalimat "Laa ilaaha illallah" yang berarti menggugurkan orang-orang yang mengaku tuhan dan yang diktator di bumi dan menurunkan mereka dari singgasana rubbubiyah yang palsu dan kesombongan (merasa tinggi) di atas makhluk sesamanya menuju persamaan hak antar manusia seluruhnya dalam beribadah kepada Allah.
Oleh karena itu surat-surat Nabi SAW dikirimkan kepada kaisar dan para pemimpin kaum Nasrani serta raja-raja mereka di Mesir, Habasyah (Ethiopia) dan lainnya ditutup dengan seruan firman Allah SWT:
Katakanlah, "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (letetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lainnya sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Ali Imran: 64)
Sesungguhnya sesuatu yang paling besar perannya dalam menghancurkan kebebasan manusia dan yang datang untuk merusak bangunannya adalah penghambaan antar manusia satu dengan yang lainnya dari selain Allah. Kita dituntut agar dapat mengembalikan kemerdekaan dan kehormatan mereka, oleh karenanya kita harus menghancurkan tuhan-tuhan palsu yang mereka yakini, terutama di dalam jiwa orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai tuhan, padahal mereka adalah makhluk sebagaimana makhluk yang lain. Yang tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat, yang tidak bisa mematikan dan menghidupkan serta tidak bisa membangkitkan.
Orang-orang musyrik Arab memahami akan hakikat tersebut sejak Rasulullah SAW pertama kali mendakwahkan tauhid dan syahadah bahwa tidak ada llah selain Allah. Mereka mengetahui bahwa di balik kalimat syahadah itu terdapat perombakan dalam kehidupan sosial masyarakat, dan sesungguhnya kalimat itu menginginkan kelahiran baru bagi anak manusia, terutama orang-orang fakir dan kaum yang tertindas. Maka tidak heran jika orang-orang musyrik itu berdiri di hadapan kalimat ini dan memobilisasi segala kekuatan mereka untuk memerangi setiap orang yang beriman terhadap kalimat ini dan memenuhi seruannya. Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Rabu, 05 Mei 2010
MAHABBAH (RASA CINTA) DAN TINGKATANNYA DALAM ISLAM
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwwah adalah mahabbah (kecintaan). Adapun tingkatan mahabbah yang paling rendah adalah bersihnya hati (salamush shadr) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan dan pertengkaran.
Al Qur'an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan (oleh Allah) terhadap orang-orang yang kufur terhadap risalah-Nya dan menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan di antara orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan." (Al Maidah: 14)
Al Qur'an telah berbicara tentang khamr dan judi yang keduanya termasuk dosa besar yang mencelakakan dalam pandangan Islam. Sebagai alasan pertama WAH PENASARAN BANGET YA? KLIK SELANJUTNYA... diharamkannya adalah menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam masyarakat, betapa pun keduanya berbahaya dari sisi yang lainnya yang juga tidak bisa disembunyikan, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjan itu). (Al Maidah: 91)
Di dalam hadits penyakit-penyakit itu disebut sebagai "Penyakit Ummat (Da'ul Umam). Di kesempatan lain Rasulullah juga menamakannya sebagai "Perusak" (Al Haliqah). Yaitu yang merusak agama, bukan merusak (memotong) rambut, disebabkan bahayanya bagi kesatuan jamaah dan keterkaitannya dengan sisi materi dan moral. Rasulullah SAW bersabda:
"Maukah kamu saya tunjukkan amal yang lebih utama derajatnya daripada derajat shalat, puasa dan sedekah? Yaitu memperbaiki hubungan antar dua orang (yang berselisih), sesungguhnya rusaknya hubungan itulah yang merusak (memutuskan)." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
"Telah merata kepadamu penyakit ummat terdahulu, "Itulah hasud dan kebencian, sementara kebencian itulah yang merusak, saya tidak mengatakan 'merusak (memotong) rambut' tetapi merusak agama." (HR. Al Bazzar)
"Pintu-pintu surga itu dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka diampuni pada tiap hamba yang tidak syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang antara dia dengan saudaranya terjadi permusuhan, maka dikatakan, "Lihatlah kedua orang itu!," hingga mereka berdamai, (disampaikan tiga kali)" (HR. Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam." (HR. Bukhari Muslim)
"Ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, "Seseorang yang mengimami suatu kaum, sedangkan kaum itu membencinya, dan wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah ke.padanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya." (HR. Ibnu Majah)
Sesungguhnya suasana benci dan permusuhan adalah suasana yang busuk yang tidak menyenangkan, saat itulah syetan bisa menjual dagangannya dengan laris, seperti berburuk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, ghibah (membicarakan aib orang lain), mengadu domba, berkata bohong dan mencari serta melaknat, sampai pada tingkatan saling membunuh di antara saudara. Ini adalah suatu bahaya yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW dan dianggap sebagai sisa kejahiliyahan, Nabi SAW bersabda:
"Janganlah kamu kembali menjadi kafir setelahku, (yaitu) dengan memukul sebagian di antara kamu terhadap leher yang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW juga bersabda:
"Mencaci maki seorang Muslim itu suatu kefasikan, dan membunuhnya adalah suatu kekufuran." (HR. Bukhari-Muslim)
Oleh karena itu memperbaiki hubungan saudara adalah termasuk amal ibadah yang paling mulia. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara dua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat" (Al Hujuraat: 10)
"Bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (Al Anfal: 1)
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dan orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma 'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114)
Bahkan syari'at telah memberikan bagian tersendiri dari hasil zakat untuk orang-orang yang memiliki hutang dalam memperbaiki hubungan di antara mereka. Untuk membantu mereka agar dapat melakukan kemuliaan ini yang semula dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar dan memiliki cita-cita yang luhur (tinggi). Maka mereka itulah yang menanggung denda dan hutang para kabilah yang sedang bertengkar. meskipun mereka sendiri tidak memiliki harta secara leluasa.
Karena pentingnya memperbaiki hubungan antara dua fihak, maka Rasulullah SAW memberikan rukhsah (keringanan) terhadap orang yang melakukan perbaikan hubungan untuk tidak selalu dalam kejujuran yang sempurna dalam menentukan sikap pada masing-masing dari dua kelompok (pihak). Sehingga ia bisa (dibolehkan) memindahkan sebagian kata-kata sebagaimana dikatakan, yang telah menyalakan api permusuhan dan tidak memadamkannya, maka tidaklah mengapa dengan sedikit memperindah atau sedikit berdiplomasi (tauriyah). Rasulullah SAW bersabda:
"Bukanlah pembohong orang yang memperbaiki (mendamaikan) antara dua orang, lalu ia berkata dengan baik atau menambahi lebih baik. (HR. Ahmad)
Yang lebih tinggi dari tingkatan salaamatush shadr (bersihnya hati) dari rasa dengki dan permusuhan adalah tingkatan yang diungkapkan dalam hadits shahih sebagai berikut:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Berarti dengan demikian maka ia juga membenci segala sesuatu yang menimpa atas saudaranya sebagaimana ia membenci sesuatu itu menimpa dirinya. Maka jika ia senang jika dirinya memperoleh kemakmuran hidup maka ia juga menginginkan demikian itu terhadap orang lain. Dan jika ia menginginkan mendapat kemudahan dalam kehidupan berkeluarga(nya), maka ia juga menginginkan hal itu diperoleh orang lain. Dan jika ia ingin anak-anaknya menjadi cerdas, maka ia juga menginginkan hal yang sama untuk orang lain. Dan jika !a menginginkan untuk tidak disakiti baik ketika berada di rumah atau ketika sedang bepergian, maka begitu pula ia menginginkan kepada seluruh manusia. Dengan demikian ia menempatkan saudaranya seperti dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai dan ia benci.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
Sabtu, 24 April 2010
TUGAS MASYARAKAT ISLAM TERHADAP AKHLAQ YANG SEMAKIN RUSAK
Sesungguhnya tugas masyarakat Islam terhadap akhlaq adalah sebagaimana tugasnya terhadap aqidah, pemikiran dan ibadah.
Tugas (peran) mereka terhadap akhlaq ada tiga hal, yakni Taujih (mengarahkan), Tatshit (memperkuat), dan Himaayah (memelihara).
Taujih atau pengarahan itu bisa dilakukan dengan penyebaran pamflet, propaganda di berbagai mass media, pembekalan, dakwah dan irsyad (menunjuki jalan yang lurus).
Adapun Tatshit (memperkuat) itu dilakukan dengan pendidikan yang sangat panjang waktunya, dan dengan tarbiyah yang mengakar dan mendalam dalam level rumah tangga, sekolah dan universitas.
Sedangkan Himaayah itu bisa dilakukan dengan dua hal berikut:
Dengan pengendalian opini umum secara aktif, dengan selalu beramar ma'ruf dan nahi munkar serta membenci kerusakan dan menolak penyimpangan PENASARAN!!! KLIK SELANJUTNYADengan hukum atau undang-undang yang melarang kerusakan sebelum terjadinya dan pemberian sanksi setelah terjadinya. Hal itu untuk menakut-nakuti (tarhib) orang yang hendak menyeleweng dan mendidik orang yang merusak serta membersihkan iklim berjamaah dari polusi moral.
Dengan tiga hal ini, yaitu taujih, tatsbit dan himaayah maka akhlaq Islam akan tumbuh, berkembang dan berjalan dalam kehidupan sosial seperti berjalannya air yang m engandung zat makanan dalam batang pohon sampai ke daun-daunnya.
Maka bukanlah masyarakat Islam itu masyarakar yang di dalamnya akhlaq orang-orang yang beriman bersembunyi, sementara akhlaq orang-orang yang rusak muncul di permukaan.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang di dalamnya perilaku kekerasan orang-orang kuat mendominasi yang lemah dan yang lemah semata-mata tunduk kepada yang kuat.
Bukan disebut masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan taqwallah dan muraqabah kepada-Nya serta takut terhadap hisabNya. Sehingga kita melihat manusia berbuat sesuatu seakan mereka menjadi tuhan-tuhan terhadap dirinya sendiri dan mereka terus berlaku demikian seakan di sana tidak ada hisab yang menunggu. Mereka terus dalam keadaan lalai, berpaling dan merasa cukup dengan apa yang sudah diperoleh di dunia.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang diliputi oleh sikap tawaakul (bermalas-malasan) dan menyerah kepada keadaan, bersikap lemah dan berfikir negatif dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup serta melemparkan kesalahan kepada ketentuan takdir.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang merendahkan orang-orang shalih dan memuliakan orang-orang fasik, mendahulukan orang-orang yang berbuat dosa dan mengakhirkan orang-orang yang bertaqwa.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang menzhalimi orang yang berlaku benar, sementara ia justru mendukung para ahli kebathilan. Mereka mengatakan kepada orang yang dipukul, "Diamlah kamu, jangan berteriak!," dan bukannya mengatakan kepada orang yang memukul, ."Tahanlah tanganmu!"
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang segala macam kewajIban dirusak, seriap keinginan nafsu mereka turuti dan segala sesuatu diselesaikan dengan risywah (suap-menyuap).
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang orang tuanya tidak dimuliakan dan orang mudanya tidak dikasihi, serta orang yang punya keutamaan tidak dihargai.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang akhlaqnya menjadi luntur dan meleleh, yang laki-laki menyerupai wanita dan kaum wanitanya menyerupai laki-laki.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tersebar di dalamnya fakhisyah (perbuatan keji), kaum laki-lakinya tidak memiliki kecemburuan dan kaum wanitanya kehilangan rasa malu.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang orentasinya dalam beramal adalah riya' dan munafik atau untuk mencari pujian dan popularitas. Di sana hampir-hampir tidak ada lagi pejuang dari kalangan orang-orang yang ikhlas dan baik, yang bertaqwa dan yang tidak menonjolkan diri. Yaitu apabila mereka hadir, mereka tak dikenal dan apabila mereka pergi, orang tidak mencari (karena merasa kehilangan).
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang diwarnai oleh akhlaq orang-orang munafik, apabila berbicara ia dusta, apabila berianji tidak menepati, apabila dipercaya berkhianat dan apabila bertengkar ia berbuat curang.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang bapak-bapak dan anak-anak mereka ditelantarkan. Sehingga anak menjadi durhaka terhadap orang tua, hubungan sesama saudara menjadi kering (tidak bersahabat), saling memutuskan silaturrahim, para tetangga saling bertengkar, ghibah membudaya, mengadu domba dan merusak hubungan baik merajalela, sikap egois menjadi identitas anggota masyarakat.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak diatur oleh keutamaan dan nilai-nilai moralitas yang luhur. Akan tetapi, masyarakat Islam adalah masyarakat yang senantiasa berusaha untuk komit dan terikat dengan ketentuan tersebut, meskipun hal itu sulit dan penuh pengorbanan. Tidak heran, karena misi diutusnya Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia."abi SAW bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus tiada lain kecuali untuk menyempurnakan, akhlaq." (HR. Bukhari, Hakim dan Baihaqi)
Maka tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat ini antara ilmu dan akhlaq, antara seni dengan akhlaq, antara ekonomi dengan akhlaq, antara politik dengan akhlaq dan bahkan antara perang dengan akhlaq. Karena akhlaq merupakan unsur yang mewarnai segala persoalan hidup dan sikap hidup seseorang, mulai dari yang kecil sampai urusan yang besar, baik yang berdimensi individu maupun sosial.Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
Gunakan waktu mencari ILMU sebelum tuamu datang
Ilmu merupakan salah satu nilai yang luhur yang dibawa oleh Islam dan yang tegak di atasnya kehidupan manusia baik secara moril maupun materiil, duniawi maupun ukhrawi. Islam menjadikannya sebagai jalan menuju keimanan dan yang memotivasi amal. Sekaligus karunia (ilmu) ini pula yang membuat manusia diberi amanah sebagai khalifah di muka bumi ini. Karena dengan ilmu tersebut, Adam sebagai bapak manusia diberi kelebihan atas Malaikat (dan makhluk yang lain) yang sempat penasaran sehingga mempermasalahkan pemberian amanah ini. Dengan alasan bahwa mereka (para Malaikat) lebih aktif beribadah kepada Allah daripada manusia yang suka membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Maka Allah menjawab:
"Sesungguhya Aku mengerti apa-apa yang kamu tidak mengelahui(nya) dan Allah mengajarkan Adam beberapa nama seluruhnya." (Al Baqarah: 30-33)
Sesungguhnya Islam adalah agama ilmu, dan Al Qur'an adalah kitab ilmu. Ayat-ayat Al Qur'an yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW adalah "Iqra' bismi Rabbikal ladzii khalaq." Membaca adalah kunci untuk memahami ilmu,jika pengen tau lebih lanjut klik dulu selengkapnya biar mengerti ok! dan Al Qur'an merupakan "Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang berilmu." (Fushshilat: 3)
Al Qur'an telah menjadikan ilmu sebagai asas dan standar kemuliaan antara manusia. Allah SWT berfirman:
"Apakah sama orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu." (Az Zumar: 9)
Sebagaimana juga AL Qur'an telah menjadikan ahlul ilmi sebagai syuhada' (orang-orang yang bersaksi) terhadap keesaan Allah bersama para Malaikat, Allah SWT menjelaskan dalam firmanNya:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha BiJaksana." (Ali 'Imran: 18)
Demikian juga ahlul ilmi adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah SWT dan bertaqwa kepada-Nya, Allah berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (Fathir: 28)
Maka tidak ada yang takut kepada Allah kecuali orang-orang yang berma'rifat kepada-Nya. Dan Allah SWT itu bisa dikenal melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya. Oleh karena itu secara umum masalah ini dimasukkan dalam pembahasan tenrang alam semesta, sebagaimana firman Allah,
"Tidakkah kamu melihat bahwasannya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka rnacam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara rnanusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang berrnacam-rnacam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Faathir: 27-28)
Al Qur'an merupakan kitab paling agung yang merangsang pemikiran yang sikap ilmiyah serta menolak segala bentuk khurafat. Tidak dibenarkan adanya sikap taqlid buta terhadap nenek moyang, pemimpin atau pembesar, apalagi kepada orang-orang awam dan bodoh. Dia juga menolak dominasi prasangka dan hawa nafsu dalam konteks pembahasan tentang aqidah dan kebenaran syari'at Allah. Tidak pula menerima suatu pengakuan (teori) kecuali berdasarkan dalil yang pasti dan penyaksian (hipotesa) yang meyakinkan dalam hal-hal yang bisa diindra, dari logika yang benar dalam masalah pemikiran dan penukilan yang terpercaya dalam masalah periwayatan.
Al Qur'an memandang penelitian itu sesuatu yang wajib, berfikir itu suatu ibadah, mencari kebenaran itu suatu qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), mempergunakan alat-alat pengetahuan itu sebagai pernyataan syukur terhadap nikmat Allah dan mengabaikan hal itu semua sebagai jalan menuju neraka Jahannam.
Bacalah contoh dari ayat-ayat berikut ini
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturun Allah," mereka menjawab, "Tidak," tetapi kami hanya rnengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami." "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (Al Baqarah: 170)
"Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (Al Ahzab: 67-68)
"Setiap suatu ummat rnasuk (ke dalam Neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami, mereka telah memyesatkan kami, sebab itu datanglah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka." Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahuinya." (Al A'raaf: 38)
"Katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu." (Saba' : 46)
Al Qur'an juga menjelaskan bahwa di dalam kitabnya yang tertulis (Qauliyah) yaitu Al Qur an dan kitabnya yang terlihat (kauniyah) yaitu alam semesta terdapat ayat-ayat (bukti kekuasaan) Allah untuk kaum yang berfikir, kaum yang berakal dan kaum yang berilmu. Para ulama bersepakat bahwa mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah, ada yang fardhu 'ain dan ada yang fardhu kifayah. Fardhu 'ain adalah ilmu yang menjadi keharusan untuk memahami agamanya, baik aqidah, ibadah atau perilaku (akhlaq) dan juga amal duniawi, sehingga cukup untuk dirinya dan keluarganya dan ikut andil dalam mencukupi umatnya. Adapun yang fardhu kifayah adalah ilmu yang mendukung tegaknya agama dan dunia bagi jamaah Muslimah (kaum Muslimin) yaitu ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia.
Oleh karena itu para ulama menegaskan bahwa mempelajari ilmu kedokteran, tehnik dan yang lainnya dari cabang-cabang ilmu pengetahuan, demikian juga mempelajari ilmu ekonomi yang dapat menopang kehidupan manusia itu merupakan fardhu kifayah bagi ummat. Apabila dari ummat ttu ada sejumlah yang cukup dan ulama, tenaga ahli dan teknisi dalam setiap bidang, di mana telah mencukupi kebutuhan dan mengisi tempat-tempat yang kosong maka ummat itu telah melaksanakan kewajibannya, maka gugurlah dosanya. Tetapi apabila mereka tidak memenuhi satu bidang dari bidang duniawi dan masih bergantung kepada ummat yang lainnya, baik secara keseluruhan atau sebagian atau sebagian maka ummat seluruhnya berdosa, terutama para pemimpinnya.
Atas dasar nilai-nilai inilah maka peradaban Islam bisa tegak menjulang tinggi, kokoh pondasinya dan berpadu antara ilmu pengetahuan dan keimanan.
Tidak dikenal dalam peradaban ini (peradaban Islam) apa yang pernah terjadi di kalangan ummat-ummat yang lainnya berupa pertentangan antara sains (ilmu pengetahuan) dan agama. atau antara hikmah dan syari'ah, atau antara akal dan wahyu. Bahkan banyak dari ulama di bidang agama mereka sekaligus dokter, ahli matematik dan ahli kimia, ahli falak dan lain-lain, seperti Ibnu Rusyd, Fakhrur Razi, Al Khawarizmi, Ibnun Nafis, Ibnu Khaldun dan yang lainnya.
Imam Muhammad Abduh menjelaskan bahwa dasar-dasar Islam itu sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kemajuan, beliau menegaskan dengan dalil-dalil nash agama dan sejarah kaum Muslimin, sebagaimana dimuat dalam bukunya, "Al Islam wan Nashraniyah ma'al 'ilmi wal Madaniyah."
Rabu, 07 April 2010
PERSATUAN ADALAH BUAH PERSAUDARAAN
Di antara buah dari ukhuwwah adalah "Al Wahdah" (bersatu) sebagai lawan dari kata "Al Firqah," yang artinya berpecah belah.
Masyarakat Islam yang bersaudara adalah masyarakat yang satu dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, arah pemikiran, perasaan, perilaku dan tata kehidupan, tradisi sosial nilai-nilai kemanusiaan, dan dasar-dasar hukumnya.
Masyarakat Islam itu satu dalam ahdaf (sasaran)-nya yaitu yang menghubungkan bumi dengan langit, dunia dan akhirat, makhluq dengan khaliqnya. Sama dalam asas-asas manhajnya, yaitu yang menggabung antara idealita dan realita, antara tsabat (yang konstan) dengan tathawwur (fleksibel) dan antara berpegang pada warisan khasanahnya dengan daya kreatifitas dan kemodernan.
Masyarakat Islam itu satu dalam referensinya (rujukan, sumber hukum), sekaligus sebagai sumber hidayah, itulah Al Qur'an Al Karim dan Sunnah Al Muthahharah (yang suci). Satu dalam idolanya yaitu Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah. Mereka adalah masyarakat yang beriman kepada Rabb yang satu, kitab yang satu, rasul yang satu, dan menghadap kiblat yang satu, dengan ibadah yang satu dan berhakim dalam memutuskan segala persoalan pada syari'at yang satu. Wala' (loyalitas)-nya pun adalah wala' yang satu yaitu wala' kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Hanya karena Allah ia cinta, karena Allah ia benci, karena Allah ia mengikat hubungan dan karena Allah pula ia memutuskan hubungan. Allah SWT berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang jika pengen tau kelanjutan klik selengkapnya donkdengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka É" (Al Mujaadilah: 22)PERSATUAN ADALAH BUAH PERSAUDARAAN
Di antara buah dari ukhuwwah adalah "Al Wahdah" (bersatu) sebagai lawan dari kata "Al Firqah," yang artinya berpecah belah.
Masyarakat Islam yang bersaudara adalah masyarakat yang satu dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, arah pemikiran, perasaan, perilaku dan tata kehidupan, tradisi sosial nilai-nilai kemanusiaan, dan dasar-dasar hukumnya.
Masyarakat Islam itu satu dalam ahdaf (sasaran)-nya yaitu yang menghubungkan bumi dengan langit, dunia dan akhirat, makhluq dengan khaliqnya. Sama dalam asas-asas manhajnya, yaitu yang menggabung antara idealita dan realita, antara tsabat (yang konstan) dengan tathawwur (fleksibel) dan antara berpegang pada warisan khasanahnya dengan daya kreatifitas dan kemodernan.
Masyarakat Islam itu satu dalam referensinya (rujukan, sumber hukum), sekaligus sebagai sumber hidayah, itulah Al Qur'an Al Karim dan Sunnah Al Muthahharah (yang suci). Satu dalam idolanya yaitu Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah. Mereka adalah masyarakat yang beriman kepada Rabb yang satu, kitab yang satu, rasul yang satu, dan menghadap kiblat yang satu, dengan ibadah yang satu dan berhakim dalam memutuskan segala persoalan pada syari'at yang satu. Wala' (loyalitas)-nya pun adalah wala' yang satu yaitu wala' kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Hanya karena Allah ia cinta, karena Allah ia benci, karena Allah ia mengikat hubungan dan karena Allah pula ia memutuskan hubungan. Allah SWT berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka É" (Al Mujaadilah: 22)
Tidak sepantasnya masyarakat Islam itu berpecah belah seperti masyarakat lainnya yang dipicu oleh fanatisme golongan, ras, warna kulit, tanah air (asal daerah), bahasa, klas sosial, madzhab atau yang lainnya yang dapat merongrong persatuan.
Ukhuwwah Islamiyah berada di atas segala macam ashabiyah (fanatisme) apa pun nama dan bentuknya. Rasulullah SAW sangat anti terhadap segala fanatisme seperti ini, sebagaimana dalam sabdanya:
"Bukan termasuk ummatku orang yang mengajak pada ashabiyah, dan bukan termasuk ummatku orang yang berperang atas dasar ashabiyah, dan bukan termasuk ummatku orang yang mati atas dasar ashabiyah." (HR. Abu Dawud)
Al Qur'an memperingatkan akan bahaya rekayasa yang dihembuskan oleh orang-orang non nuslim yang ingin memecah belah ummat Islam dan memporak porandakan persatuan mereka. Sebagaimana hal seperti ini pernah dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap kaum Muslimin dari suku Aus dan Khazraj setelah dipersatukan oleh Allah dalam Islam. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dan orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu, Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhuya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan (memegang teguh) Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamathan kamu dari padanya, Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (Ali Imran: 100-103)
Kemudian Allah SWT memperingatkan kepada kita agar jangan bercerai-berai dan berselisih, sebagaimana firman-Nya:
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." (Ali 'Imran: 105)
Antara ayat yang memerintahkan untuk berpegang teguh pada tali Allah dengan ayat yang melarang bercerai berai dan berselisih disebutkan ayat yang mewajibkan ummat untuk berda'wah dan beramar ma'ruf dan nahi munkar sebagai berikut:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali 'Imran: 104)
Ini menunjukkan bahwa yang mempersatukan ummat dan yang mengumpulkan (merajut) keping-keping ukhuwah di antara mereka adalah adanya manhaj yang jadi pegangan dan rujukan ummat. Itulah tali Allah (Islam dan Al Qur'an) dan risalah yang sama yang diperjuangkan dan menjadi pusat perhatiannya. Itulah dakwah ke arah kebajikan, beramar ma ruf dan nahi munkar.
Tetapi apabila ummat itu bermalasan untuk memperjuangkan risalahnya atau kehilangan manhaj maka jalan menuju persatuan itu akan tertutup dan mereka bercerai berai. Ada yang ke kanan dan ada yang ke kiri, dan syetan akan menyeretnya ke timur dan ke barat. Inilah yang diperingatkan oleh Al Qur'an:
"Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu (dapat) mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahlan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (Al An'am: 153)
Persatuan ummat yang diwajibkan oleh Islam bukan berarti mengingkari adanya heterogenitas (keberagaman) yang disebabkan adanya perbedaan lingkungan, adat istiadat, latar belakang budaya yang beraneka ragam serta pengaruh tingkat ilmu pengetahuan dan intelektualitasnya. Ini justru akan memperkaya khasanah budaya dalam kerangka persatuan. Sebagaimana beragamnya bakat, kecenderungan (selera). pemikiran dan spesialisasi dalam satu keluarga, atau beragamnya bunga-bunga dan buah-buahan di dalam suatu kebun.
"Yang disirami dengan air yang sama. Kami (Allah) melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya." (Ar-Ra'du: 4)
Di antara hal yang penting untuk diperhatikan dalam Islam ini adalah sahnya ijtthad yang beragam, sepanjang dia masih dalam kerangka kaidah-kaidah pokok dan nash-nash yang qath'i dan disepakati. Maka tidak boleh seorang mujtahid mengingkari mujtahid yang lainnya, meski ada perbedaan dalam hasilnya. Karena tiap-tiap mujtahid itu memiliki arah berbeda yang masing-masing mendapat pahala, benar atau salah, selama ia termasuk ahli berijtihad dengan segala syarat dan kriterianya. Adapun perbedaan pendapat tidak boleh menjadi penyebab perpecahan atau permusuhan, karena para sahabat dan tabi'in juga berselisih dalam berbagai persoalan, dan hal itu tidak membuat mereka berpecah belah, bahkan mereka bersikap tasamuh (toleransi) dan saling mendoakan satu sama lain.
Di antara yang bisa meringankan khilaf (perselisihan pendapat, adalah adanya keputusan imam atau hakim. Dia menjadi keputusan akhir dalam masalah khilafiyah, sehingga itu bisa menghilangkan perselisihan dan pertengkaran dalam sisi pelaksanaan.
________________________________________
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
GAMBARAN TRADISI MASYARAKAT ISLAM
Sesungguhnya tradisi, tata kehidupan dan kebiasaan masyarakat Islam itu ditetapkan oleh Islam untuk ber-khidmah (mengkosentrasikan diri) terhadap aqidah dan ibadahnya, pemikiran dan perasaannya, kemudian akhlaq dan kemuliaannya.
Di antara tata kehidupan masyarakat Islam adalah mereka tidur di awal waktu dan bangun di awal waktu juga. Sehingga orang-orangnya menikmati tidur yang tenang dan nyenyak di malam hari, di mana Allah menjadikan malam itu sebagai pakaian untuk memenuhi kesehatan dan kekuatan mereka yang tidak bisa diperoleh dengan begadang panjang. Setelah itu manusia bisa merasakan nimatnya bangun pada waktu pagi yang penuh berkah dan menghirup udara pagi yang bersih. Perubahan yang indah dan terasa punya nilai khusus ini sangat terkait dengan ibadah shalat fajar (subuh). Mereka bangun di waktu fajar dan melaksanakan shalat itu pada waktunya sebelum matahari terbit.
Dari sinilah menjadi jelas bahwa sesungguhnya tradisi, tata kehidupan dan kebiasaan masyarakat Islam itu ditetapkan oleh Islam untuk ber-khidmah (mengkosentrasikan diri) terhadap aqidah dan ibadahnya, pemikiran dan perasaannya, kemudian akhlaq dan kemuliaannya.
Di antara tata kehidupan masyarakat Islam adalah mereka tidur di awal waktu dan bangun di awal waktu juga. Sehingga orang-orangnya menikmati tidur yang tenang dan nyenyak di malam hari, di mana Allah menjadikan malam itu sebagai pakaian untuk memenuhi kesehatan dan kekuatan mereka yang tidak bisa diperoleh dengan begadang panjang. Setelah itu manusia bisa merasakan nimatnya bangun pada waktu pagi yang penuh berkah dan menghirup udara pagi yang bersih. Perubahan yang indah dan terasa punya nilai khusus ini sangat terkait dengan ibadah shalat fajar (subuh). Mereka bangun di waktu fajar dan melaksanakan shalat itu penasaran di klik dulu ya pada waktunya sebelum matahari terbit.
Dari sinilah menjadi jelas bahwa sesungguhnya tata cara kehidupan masyarakat Islam itu tidak terpisah dengan faktor-faktor yang lainnya.
Sisi lain dari tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa sesungguhnya tidak diperbolehkan seorang laki-laki menyendiri dengan wanita lain tanpa ada suaminya atau muhrimnya, sebagaimana tidak diperbolehkan bagi wanita bepergian sendiri. tanpa suami atau muhrim. Sesungguhnya wanita Muslimah itu wajib menutup aurat dan memelihara kehormatannya. Maka tidak boleh bagi wanita Muslimah menampakkan perhiasannya kecuali yang kelihatan seperti wajah dan kedua telapak, dan diharamkan baginya untuk tabarruj (berdandan) seperti dandanan jahiliyah. Dilarang menampakkan kedua lengannya, betisnya, lehernya atau rambutnya atau yang lainnya sebagaimana itu dilakukan oleh wanita modern karena taqlid (mengekor) pada peradaban jahiliyah, peradaban barat.
Tata cara pakaian yang Islami seperti ini bukanlah sekedar formalitas yang tanpa makna. Tetapi berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi masing-masing dari laki-laki dan wanita guna menjaga keluhuran akhlaq dalam masyarakat, nilai 'afaf (pemeliharaan diri) dan rasa malu yang itu merupakan keutamaan manusia yang tinggi nilainya. Islam menganggap zina sebagai perbuatan keji dan suatu bentuk tindak kriminalitas yang sangat berbahaya bagi pribadi dan keluarga pelaku, serta masyarakat pada umumnya apabila itu sampai merajalela. Karena akibatnya adalah dominasi syahwat, rusaknya pemuda, menyebarnya pengkhianatan dan menimbulkan keraguan suami istri, tersebarnya penyakit kelamin, banyaknya anak-anak temuan dan anak-anak "haram," bercampur aduknya keturunan, terlepasnya ikatan-ikatan keluarga dan dekadensi moral. Benarlah firman Allah SWT:
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (Al Isra': 32)
Apabila zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang buruk maka segala jalan yang menuju ke arah itu harus ditutup. Adab Islam datang memberi upaya preventif dengan melarang tabarruj (berdandan) yang merangsang guna mencegah terjadinya fitnah, baik yang zhahir maupun yang bersifat bathin. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangannya, dan memelihara kemaluannnya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dan padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain jilbab ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka." (An-Nur: 30-31)
Termasuk juga dalam tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa di antara anak dan orang tua ada ikatan yang abadi dan suci, yang tidak terputus dengan sampainya anak pada usia baligh, atau dengan kemandiriannya di bidang ekonomi, atau dengan pernikahannya. Tidak seperti di kalangan orang-orang Barat, yang apabila anak-anak mereka telah besar (dewasa) dan menikah seakan-akan menjadi asing dari kedua orang tuanya. Hampir-hampir mereka tidak saling mengenal lagi kecuali dalam acara-acara tertentu jika sang anak menyapanya. Bahkan Islam telah memperluas wilayah keluarga hingga hubungan kerabat dari ushul (ke atas) sampai furu' (ke bawah) dan ashabah serta setiap yang termasuk muhrim dari laki-laki dan wanita. Maka kakek, nenek, cucu, paman, bibi dan anak-anak mereka, semuanya itu adalah sanak famili (arham) yang wajib disambung dan kerabat yang wajib diperhatikan serta memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi. Yaitu dengan berziarah, kasih sayang dan berbuat baik sampai pada kewajiban nafkah dan memelihara hubungan dengan baik, Allah SWT berfirman:
"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."(An-Nisa': l)
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya berhak terhadap sesamannya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Anfal: 75)
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros." (Al Isra': 26)
Di antara tata cara kehidupan masyarakat Islam dan kebiasaannya adalah mereka tidak makan bangkai, darah, daging babi dan binatang yang dikorbankan kepada selain Allah. Mereka juga tidak minum khamr dan minuman-minuman keras dari jenis yang lain, dan tidak menyuguhkan sedikit pun dari minuman itu pada jamuan-jamuannya. Mereka makan dan minum dengan tangan kanan, memulai makan dengan membaca basmallah dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah serta tidak makan atau minum dalam bejana dari emas atau perak.
Termasuk juga dalam adab tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah menyebarkan ucapan salam. Ucapan itu merupakan bentuk penghormatan kaum Muslimin terhadap sesama mereka. Mengucapkannya Sunnah, tetapi menjawabnya fardhu kifayah dan Allah telah memberi kecukupan kepada kaum Muslimin dengan penghormatan itu. Tidak seperti penghormatan jahiliyah dengan cara sujud, membungkuk atau perkataan 'selamat pagi' dan 'selamat sore'. Rasulullah SAW telah menjelaskan kaidah-kaidah penghormatan salam ini sehingga manusia tidak saling bermalasan untuk memulainya ketika mereka bertemu, yakni yang muda menyalami yang tua, yang sedikit menyalami yang banyak dan yang lewat menyalami yang duduk. Allah SWT berfirman:
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghorrnatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan balasan yang serupa)." (An Nisa': 86)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghunirya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang pun di dalamnya, makajanganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembali sajalah," maka hendaklah kamu kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (An Nur: 27-28)
Di antara adab masyarakat Islam yang lain adalah berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, mendoakan orang yang bersin yang membaca hamdalah, menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, ber-ta'ziah kepada orangyang terkena musibah, dan lain-lain dari akhlaq Islami yang hukumnya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang wajib, sunnati dan ada pula yang mandub
________________________________________
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Senin, 05 April 2010
SHOLATLAH KAMU SEBELUM KAMU DI SHOLATI
Kewajiban dan syi'ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali dihisab atas setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara iman dan kufur' antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
"Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim)
"Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan berarti ia kafir." (HR- Nasa'i, Tirmidzi dan Ahmad)
Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat RA. Abdullah bin Syaqiq Al 'Uqaili berkata, "Para sahabat Nabi SAW tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang meninggalkannya adalah kufur selain shalat." (HR. Tirmidzi)
Tidak heran jika Al Qur'an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan sifat-sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus menjadi penutup. Pada awalnya Allah berfirman:
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusu' dalam shalatnya." (Al Mu'minun: 9)
Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang Muslim dan masyarakat Islam.
Al Qur'an juga menganggap bahwa menelantarkan (mengabaikan) shalat itu termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus menerus mengabaikan shalat dan menghina keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri kalau pengen tau klik baca selanjutnya masyarakat kafir. Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (Maryam: 59)
Allah SWT juga berfirman mengenai sikap orang-orang kafir yang mendustakan risalah sebagai berikut:
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ruku'lah, niscaya mereka tidak mau ruku'." (AI Mursalat: 48)
Kemudian dalam ayat lainnya Allah berfirman:
"Dan apabila kamu menyeru mereka untuk shalat, mereka menjadikannnya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal." (Al Maidah: 57)
Sesungguhnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang Rabbani, baik secara ghayah (orientasi) maupun wijhah (arahan). Sebagaimana Islam itu agama yang Rabbani, baik secara nasy'ah (pertumbuhan) maupun masdar (sumbernya), masyarakat yang ikatannya sambung dengan Allah SWT, terikat dengan ikatan yang kuat. Shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah. Ketika ia tenggelam dalam bahtera kehidupan maka datanglah shalat untuk menerjangnya. Ketika dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika diliputi oleh dosa-dosa atau hatinya penuh debu kelalaian' maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan"kolam renang" ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati lima kali dalam setiap hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.
Ibnu Mas'ud meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Kamu sekalian berbuat dosa, maka kamu telah melakukan shalat subuh maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu sekalian berbuat dosa, maka jika kamu melakukan shalat zhuhur, maka shalat itu membersihkannya, kemudian berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat 'asar maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat maghrib, maka shalat itu membersihkannya, kemudian kamu berbuat dosa lagi, maka jika kamu melakukan shalat isya', shalat itu akan membersihkannya, kemudian kamu tidur maka tidak lagi di catat dosa bagi kamu hingga kamu bangun." (HR. Thabrani)
Pelaksanaan shalat dalam Islam mempunyai keistimewaan yaitu dengan berjamaah dan adanya adzan. Berjamaah dalam shalat ada yang menyatakan fardhu kifayah sebagaimana dikatakan oleh mayoritas para Imam dan ada yang mengatakan fardhu 'ain sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad.
Karena pentingnya shalat berjamaah maka Rasulullah SAW serius akan membakar rumah-rumah suatu kaum dengan api karena mereka ketinggalan dari shalat berjamaah dan mereka shalat di rumah-rumah mereka. Ibnu Mas'ud berkata tentang shalat:
"Kamu bisa melihat generasi kami (para sahabat), tidak ada yang tertinggal dari shalat berjamaah kecuali orang yang sakit atau munafik yang diketahui nifaqnya." (HR. Muslim)
Karena pentingnya shalat berjamaah maka Islam menekankan kepada kita untuk senantiasa mendirikan shalat secara berjamaah, walaupun di tengah-tengah peperangan. Maka dianjurkan untuk shalat"Khauf." Shalat ini merupakan shalat berjamaah yang khusus dilakukan pada saat peperangan di belakang satu imam dengan dua tahapan. Pada tahap pertama sebagian orang-orang yang ikut berperang shalat terlebih dahulu satu rakaat di belakang imam, kemudian meninggalkan tempat shalat untuk menuju ke medan perangnya dan menyempurnakan shalatnya di sana, kemudian pada tahapan berikutnya datanglah sebagian yang semula menghadapi musuh, untuk mengikuti shalat dibelakang imam.
Ini semua mereka lakukan dengan membawa senjata perang dan dengan penuh kewaspadaan. Mengapa ini semua mereka lakukan? Semata-mata agar tidak seorang pun dari mujahidin yang kehilangan keutamaan shalat berjamaah yang sangat ditekankan oleh Islam. Allah menjelaskan dalam firman-Nya,
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka bersamamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, la1u mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu." (An-Nisa': 102)
Yang dimaksud dengan firman Allah, "Farijaalan aur-rukhaanan" adalah shalatlah kamu sambil berjalan atau berkendaraan, menghadap ke kiblat atau tidak, semampu kamu, ini sesuai dengan orang yang naik pesawat, mobil, tank dan lain-lain Shalat, sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani dalam kehidupan seorang Muslim. Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dengan dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan dan kesucian, dengan penampilan yang rapi, menghadap ke kiblat' ketentuan waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya' seperti gerakan, tilawah, bacaan-bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat punya nilai lebih dari sekedar ibadah. Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta'lim yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Shalat merupakan tathbiq 'amali (aspek aplikatif) dari prinsip-prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun sosial kemasyarakatan yang ideal. Yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan, persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan yang indah. Imam Asy-syahid Hassan Al Banna berkata, dalam menjelaskan shalat secara sosial, setelah beliau menjelaskan pengaruh shalat secara ruhani: "Pengaruh shalat tidak berhenti pada batas pribadi, tetapi shalat itu sebagaimana disebutkan sifatnya oleh Islam dengan berbagai aktifitasnya yang zhahir dan hakikatnya yang bersifat bathin merupakan minhaj yang kamil (sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur'an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi. Maka kesempurnaan manakah dalam pendidikan manusia secara individu setelah ini? Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum'at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?
Sesungguhnya shalat dalam Islam merupakan sarana tarbiyah yang sempurna bagi individu dan pembinaan bagi membangun ummat yang kuat. Dan sungguh telah terlintas dalam benak saya ketika sedang menjelaskan prinsip-prinsip kemasyarakatan saat ini bahwa shalat yang tegak dan sempurna itu bisa membawa dampak kebaikan bagi pelakunya dan bisa membuang sifat-sifat buruk yang ada. Shalat telah mengambil dari"Komunisme" makna persamaan hak dan persaudaraan yaitu dengan mengumpulkan manusia dalam satu tempat yang tidak ada yang memiliki kecuali Allah yaitu Masjid; dan Shalat telah mengambil dari"kediktatoran" makna kedisplinan dan semangat yaitu dengan adanya komitmen untuk berjamaah' mengikuti Imam dalam setiap gerak dan diamnya, dan barang siapa yang menyendiri, maka ia akan menyendiri dalam neraka. Shalat juga mengambil dari"Demokrasi" suatu bentuk nasehat, musyawarah dan wajibnya mengembalikan Imam ke arah kebenaran apabila ia salah dalam kondisi apa pun. Dan shalat biasa membuang segala sesuatu yang jelek yang menempel pada semua ideologi tersebut di atas seperti kekacauan Komunisme, penindasan diktaktorisme, kebebasan tanpa batas demokrasi, sehingga shalat merupakan minuman yang siap diteguk dari kebaikan yang tidak keruh di dalamnya dan tidak ada keruwetan.
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu sebagai"mizan" atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka bertanya tentang shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
"Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka saksikanlah untuknya dengan iman." (HR. Tirmidzi)
Kemudian Nabi membaca firman Allah sebagai berikut:
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (At-Taubah: 18)
Dari sinilah, maka pertama kali muassasah (lembaga) yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah beliau hijrah ke Madinah adalah Masjid Nabawi. yang berfungsi sebagai pusat ibadah, kampus bagi kajian keilmuan dan gedung parlemen untuk musyawarah.
Umat bersepakat bahwa siapa yang meninggalkan shalat karena menentang kewajiban shalat dan karena menghinanya maka ia telah kafir. Dan mereka berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan tidak secara sengaja tetapi karena malas, sebagian mereka ada yang menghukumi kafir dan berhak dibunuh seperti pendapat Imam Ahmad dan Ishaq. Sebagian lagi ada yang menghukumi fasiq dan berhak dibunuh, seperti Imam Syafi'i dan Malik, dan sebagian yang lain ada yang mengatakan fasik dan berhak mendapat ta'zir (hukuman, atau pengajaran dengan dipukul dan dipenjara sampai ia bertaubat dan shalat, seperti Imam Abu Hanifah. Tidak seorang pun di antara mereka mengatakan bahwa shalat itu boleh ditinggalkan menurut kehendak seorang Muslim, jika mau ia kerjakan dan jika ia tidak mau, maka ia tinggalkan dan hisabnya terserah Allah.Bukan pula masyarakat Islam itu yang membangun perkantoran-perkantoran, lembaga-lembaga, pabrik-pabrik dan sekolah-sekolah, sementara di dalamnya tidak ada Masjid yang dipergunakan untuk shalat dan didengungkan suara adzan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang sistem kerjanya tidak mengenal waktu shalat, sehingga bagi siapa saja dari karyawannya yang tak menepati peraturan itu (yang tidak mengenal waktu shalat) akan dikenakan sanksi yang sesuai dan akan dituding sebagai berbuat kesalahan. Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang ketika mengadakan seminar, resepsi, pertemuan-pertemuan dan ceramah-ceramah, sementara ketika masuk saatnya shalat tidak ada suara adzan dan tidak didirikan shalat. Sebelum itu semuanya, bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak mengajarkan shalat kepada putera-puterinya di sekolah-sekolah dan di rumah-rumah, sejak masa kanak-kanak. Maka ketika mereka berusia tujuh tahun mereka harus diperintahkan, dan ketika berusia sepuluh tahun mereka dipukul apabila meninggalkan shalat.Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang tidak menjadikan shalat termasuk serangkaian kurikulum pendidikan pengajaran dan penerangan yang pantas diperhatikan dalam agama Allah dan dalam kehidupan kaum Muslimin.
Majalah Asy-Syihab, Tafsir awal-awal Surat Al Baqarah
Rabu, 31 Maret 2010
Ambil Islam seluruhnya atau tinggalkan sama sekali
Setiap sistem mempunyai falsafah dan gagasannya tentang kehidupan.
Setiap sistem mempunyai masalah-masalah yang timbul dari penerapannya
dan mempunyai persoalan-persoalan yang sesuai dengan watak dan
pengaruhnya di alam nyata. Demikian pula setiap sistem mempunyai
penyelesaian-penyelesaian untuk menghadapi persoalan dan masalah yang
timbul dari watak dan metodenya.
Jadi tidak logika, dan juga tidak adil, kalau dari suatu sistem tertentu diminta penyelesaian dari masalah-masalah yang tidak ditimbulkannya
sendiri, tetapi ditimbulkan oleh suatu sistem lain yang berbeda watak dan
metodenya dari sistem itu.
Islam adalah suatu sistem kemasyarakatan kalu pengen jelas klik dibawah ini yang lengkap, yang segi-seginya
saling berjalinan dan saling mendukung. Sistem ini berbeda
wataknya, gagasannya tentang kehidupan dan cara-cara pelaksanaannya dari
sistem-sistem Barat, dan dari sistem yang kita pakai sekarang ini. Perbedaan
ini adalah perbedaan pokok dan menyeluruh. Sudah pasti bahawa sistem
Islam itu tidak ikut serta dalam menimbulkan persoalan-persoalan yang
terdapat dalam masyarakat sekarang ini.
Tetapi yang aneh setelah itu, bahawa Islam banyak sekali
diminta pendapat mengenai persoalan-persoalan itu. Islam diminta untuk
mengemukakan penyelesaiannya. Ia diminta untuk mengeluarkan pendapat
tentang masalah yang tidak ditimbulkannya, dan ia tidak ikut serta dalam
menimbulkannya. Mengenai masalah-masalah seperti “Wanita dan Parlimen”, “Wanita dan Kerja”, “Wanita dan Pergaulan Bebas”, Masalah Seks Para Pemuda” dan lain-lain sebagainya. persoalan yang dipunyai sistem-sistem yang dilaksanakan dalam masyarakat ini, yang tidak percaya kepada Islam, dan tidak suka kepada pemerintah Islam?
Kenapa masalah-masalah perincian ini diminta untuk disesuaikan
dengan hukum Islam, padahal sistem Islam itu sebagai keseluruhan diusir
dari pemerintahan, diusir dari sistem kemasyarakatan, diusir dari
perundang-undangan negara dan diusir dari kehidupan bangsa?
Islam adalah suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Jadi
Islam dapat diambil sebagai suatu keseluruhan dan dapat pula ditinggalkan
sebagai suatu keseluruhan. Tetapi kalau Islam diminta untuk mengeluarkan
pendapat dalam urusan yang kecil-kecil, tetapi sama sekali tidak
diperhatikan dalam masalah prinsip yang besar-besar yang menjadi dasar
kehidupan dan masyarakat, maka masalah-masalah kecil seperti ini tidak
boleh diterima oleh seorang Islam, jangankan oleh seorang ulama, untuk
Islam.
Jawaban yang harus diberikan kepada setiap orang yang meminta
pendapat tentang suatu persoalan perincian dan masalah-masalah yang
terdapat pada masyarakat-masyarakat yang tidak percaya kepada agama
Islam dan tidak mengakui hukum Islam, adalah sebagai berikut
Pertama-tama jadikan Islam memerintah seluruh kehidupan.Kemudian setelah itu baru diminta pendapat Islam tentang persoalan-persoalan
yang ditimbulkan Islam itu sendiri, bukan yang ditimbulkan suatu
sistem lain yang bertentangan dengan Islam. Islam mendidik manusia dengan suatu pendidikan tertentu, dan
memerintah manusia dengan suatu hukum tertentu, mengatur masalah-masalah mereka atas dasar-dasar tertentu, menciptakan unsur-unsur
kemasyarakatan, perekonomian dan perasaan tertentu. Jadi pertama-tama
Laksanakanlah Islam itu sebagai suatu keseluruhan, dalam sistem
hukum dan pemerintahan, dalam dasar-dasar perundang-undangan dan
dalam prinsip-prinsip pendidikan. Baru setelah itu kita dapat melihat apakah
masalah-masalah yang ditanyakan itu masih ada dalam masyarakat, atau
menghilang dengan sendirinya. Tetapi sebelum hal ini dilakukan, apa
hubungan Islam dengannya, dengan semua masalah yang tidak akan pernah
dikenal oleh suatu masyarakat Islam yang benar?
Ciptakanlah masyarakat Islam yang diperintah oleh hukum Islam dan
prinsip-prinsip Islam, didiklah wanita dan pemuda dengan pendidikan Islam
yang sebenarnya, di rumah, di sekolah, dalam masyarakat, dan ciptakanlah
jaminan-jaminan kehidupan yang telah ditentukan Islam untuk semua orang,
realisasikan keadilan Islam yang telah diwajibkannya untuk semua orang.
Pada saat-saat tertentu ada orang-orang yang bertanya: Apakah kita
akan memotong tangan ribuan pencuri setiap tahun demi untuk
melaksanakan hukum Allah?
Orang-orang ini juga melakukan kesalahan yang sama. Sedangkan
orang-orang yang menjawabnya dengan fiqh Islam, telah melakukan dua
macam kesalahan sekaligus.
Ribuan pencuri yang terdapat setiap tahun bukanlah akibat dari
masyarakat Islam, dan juga bukan dari sistem Islam. Ia merupakan hasil dari
suatu masyarakat lain yang telah mengusir Islam dari kehidupannya, dan
melaksanakan suatu sistem kemasyarakatan lain yang tidak dikenal oleh
Islam. Para pencuri itu adalah produk dari suatu masyarakat yang
membolehkan adanya orang-orang lapar dan miskin, tanpa mengemukakan
penyelesaian dan masalah yang mereka hadapi, suatu masyarakat yang tidak
menyediakan makanan yang cukup untuk jutaan orang, tidak mendidik jiwa
kemanusiaan, dan tidak menghubungkan seluruh kehidupan dengan Allah
dan juga tidak dengan syari’at Allah.
Demikian pula ada di antara orang yang bertanya kepada anda
tentang masalah seks di kalangan pemuda, jikalau mereka mengikuti ajaran-ajaran Islam. Orang-orang ini melihat kehidupan pemuda-pemuda yang hidup dalam suatu masyarakat yang bukan Islam. Segala yang terdapat di sana merangsang naluri mereka. Segala yang terdapat di sana memhangkitkan
syahwat mereka. Lalu mereka meminta pendapat Islam tentang masalahmasalah yang dihadapi pemuda-pemuda ini.
Dalam masyarakat Islam tidak terdapat pemudi-pemudi yang berbaju
mini atau bertelanjang, wanita-wanita yang suka menggoda orang lain atau
digoda, yang berkeliaran di setiap tempat, menyebarluaskan fitnah dan
kekacauan, dan semuanya itu untuk keuntungan syaitan. Dalam masyarakat
Islam tidak terdapat gambar-gambar telanjang, dan film-film porno.
Dalam masyarakat Islam tidak terdapat koran yang menyiarkan
gambar-gambar telanjang, kata-kata yang lucah dan lelucon yang melanggar agama, yang dapat dijumpai di setiap tempat. Dalam masyarakat Islam tidak terdapat minuman-minuman keras yang mendorong manusia untuk berbuat hal-hal yang tidak sopan, yang dapat menghilangkan kehendak dan pemikirannya.
Akhirnya masyarakat Islam itu akan mempersiapkan pemuda untuk dapat hidup bersuami-isteri dengan cepat, kerana perbendaharaan negara akan membantu orang-orang yang ingin hidup baik dalam sebuah rumah tangga.
Jadi kalau anda ingin memperoleh gambaran pendapat Islam tentang
masalah seksual dalam kalangan pemuda, maka pertama-tama laksanakanlah sistem Islam secara keseluruhan. Baru setelah itu dilihat, bukan sebelumnya, apakah para pemuda masih mempunyai masalah di bidang seks atau tidak.
Semua potensi mereka ini harus diarahkan kepada pelaksanaan sistem Islam dan hukum Islam dalam segala segi kehidupan. Mereka seharusnya menuntut agar Islam itu menguasai sistem masyarakat dan undang undang sejagat. Pendidikan Islam itu harus menguasai sekolah, rumahtangga dan masyarakat. Islam harus diambil sebagai suatu keseluruhan dan dibiarkan untuk melakukan kegiatannya dalam kehidupan sebagai suatu penyeluruhan. Inilah yang lebih sesuai untuk kehormatan Islam dan kehormatan orang-orang yang menyeru kepada Islam
Taubat dari Kemunafikan
Sebagaimana Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang zhahir dan terang-terangan, Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang tersembunyi, yang ditutupi dengan keimanan lisan. Yaitu yang terkenal dengan nama "kemunafikan" dan orangnya adalah kaum "munafiqin".
Yaitu mereka yang berkata:
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sabar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya." (QS. al Baqarah: 8-10).
Taubat dari Kemunafikan
Sebagaimana Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran pengen tau klik donk yang zhahir dan terang-terangan, Allah SWT juga mengajak untuk bertaubat dari kekafiran yang tersembunyi, yang ditutupi dengan keimanan lisan. Yaitu yang terkenal dengan nama "kemunafikan" dan orangnya adalah kaum "munafiqin".
Yaitu mereka yang berkata:
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sabar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya." (QS. al Baqarah: 8-10).
Taubat dari kemunafikan ini adalah tidak sekadar mengungkapkan dan memberitahukan keisalamannya. Karena sebelumnya ia memang telah Islam. Namun, yang patut ia lakukan adalah agar ia bersifat dengan empat sifat yang disebutkan dalam surah an-Nisa. Setelah Al Quran membongkar sifat asli mereka, dan apa yang tersembunyi dalam diri mereka: yaitu mereka memberikan loyalitas mereka kepada kaum kafirin, bukan kaum mu'minin, serta mereka mencari kemuliaan dari kaum kafirin itu:
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di samping orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah." (QS. an-Nisa: 138-139).
Serta mereka selalu mencari kelengahan kaum mu'minin, dan berada di tengah-tengah antara kaum kaum mu'minin dan kaum kafirin untuk mencari keuntungan.
"(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: 'Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." (QS. an-Nisa: 141).
Juga dari tindakan mereka mempermainkan dan menipu Allah dan Rasul-Nya, dan mereka malas menjalankan kewajiban-kewajiban agama dan lalai dari berdzikir kepada Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan Shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah , maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya." (QS. an-Nisa: 142-143).
Setelah Allah SWT membongkar sifat-sifat orang-orang munafik, namun Allah SWT tidak menutup pintu bagi mereka. Namun malah membukakan pintu taubat dengan syarat-syaratnya. Seperti firman Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."( QS. An-Nisa: 145-146.)
Di antara tanda-tanda sempurnanya taubat mereka adalah mereka memperbaiki apa yang dirusak oleh sifat munafik mereka. Serta agar mereka hanya berpegang pada Allah SWT saja bukan kepada manusia. Dan dengan ikhlas beribadah kepada Allah SWT, hingga Allah SWT mengikhlaskan mereka untuk agama-Nya. Dengan itu, mereka bergabung ke dalam barisan kaum mu'minin yang jujur.
Dalam surah lain, Allah SWT berfirman:
"Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi." (QS.at-Taubah: 74)
Taubat dari Dosa-dosa Besar
Sebagaimana Al Quran menyebutkan taubat dari kemusyrikan dan kemunafikan, Allah SWT juga menyebutkan taubat dari dosa-dosa besar. Seperti membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT kecuali dengan haknya. Juga zina yang Allah SWT cap sebagai jalan yang buruk dan kotor. Dan al Quran menggolongkan kedua perbuatan dosa besar ini dalam kelompok dosa yang paling besar setelah syirik. Allah SWT berfirman tentang sifat ibadurrahman.
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al Furqan: 68-70)
Tampak banyak ayat-ayat berbicara tentang iman setelah taubat, dan menyambung antara keduanya. Seperti terdapat dalam ayat ini. Firman Allah SWT:
"Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung." (QS. al Qashash: 67). Serta firman Allah SWT setelah menyebutkan beberapa Rasul-Nya dan nabi-nabi-Nya serta para pengikut mereka yang saleh, yang apabila dibacakan kepada mereka ayat Al Quran mereka segera tunduk sujud dan menangis. Kemudian Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (QS. Maryam: 59-60)
Dan seperti dalam firman Allah SWT:
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat , beriman , beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar." (QS. Thahaa: 82)
Apa rahasia penggabungan ini, yaitu pengggabungan antara iman dengan taubat? Yang dapat aku tangkap, keimanan akan mengalami kerusakan ketika seseorang melakukan dosa besar. Hingga sebagian hadits menafikan keimanan itu dari orang-orang yang melakukan dosa besar ketika mereka melakukannya. Seperti dalam hadits Bukari Muslim dari Nabi Saw beliau bersabda:
"Tidaklah berzina orang yang berzina dan saat itu ia mu'min, dan tidak meminum khamar orang yang meminumnya dan saat itu ia mu'min, dan tidak pula mencuri orang yang mencuri dan saat itu ia mu'min".
Oleh karena itu, taubat adalah reparasi dan penyembuhan bagi keimanan yang mengalami kerusakan itu.
Taubat dari Menyembunyikan Kebenaran
Di antara dosa yang besar, yang ditunjukkan dan anjurkan al Quran agar kita segera bertaubat darinya adalah: dosa menyembunyikan kebenaran serta tidak menjelaskannya kepada manusia. Ini adalah dosa para ahli ilmu pengetahuan yang mempunyai kewajiban utnuk menyampaikan risalah-risalah Allah SWT, dan menjelaskan hukum Allah SWT kepada mereka. Serta mengatakan kebenaran, serta tidak menyembunyikannya, tidak seperti tindakan ahli kitab yang mendapatkan kecaman dari Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima." (QS. Ali Imran: 187).
Karena mereka menyembunyikan berita gembira akan datangnya Muhammad Saw yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, serta mereka merubah dan menggantinya, karena semata kepentingan dunia, yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai "harga yang murah". Seperti firman Allah SWT:
"Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. an-Nisa: 77).
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!." (QS. al Baqarah: 174-175)
Lihatlah ancaman yang besar ini terhadap orang-orang yang menyembunyikan itu, yang mengandung ancaman material: "mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api ", serta maknawi: "dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka ", dan mereka mengalami kerugian dalam transaksi mereka: "Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan ". Itu semua semata karena mereka menyesatkan hamba-hamba Allah dengan menyembunyikan persaksian mereka akan kebenaran:
"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?." (QS. Al Baqarah 140)
Oleh karena itu taubat amat diperintahkan secara kuat dari mereka semua, sehingga mereka selamat dari azab ini, serta dari laknat Allah SWT dan sekalian orang yang melaknat. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al Baqarah: 159-160)
Agar taubat mereka diterima, disyaratkan agar: mereka memperbaiki apa yang mereka telah rusak, dan menjelaskan apa yang mereka sembunyikan.
Jika ini adalah dosa orang yang menyembunyikan kebenaran, maka dapat dibayangkan apa dosa orang yang "mendistorsi kebenaran" itu, serta menampakkan kebenaran itu seakan suatu yang bathil, sehingga manusia tidak memilihnya. Sementara mereka menghias kebathilan, dengan lidah dan tulisan mereka, sehingga manusia memilihnya? Tak diragukan lagi, dosa mereka lebih besar, dan kesalahan mereka lebih berbahaya. Dalam masalah ini banyak tergelincir penulis, pengarang, jurnalis, kalangan pers, seniman, para ahli pidato dan semacamnya. Yaitu mereka yang menciptakan opini publik serta menggerakkan kecenderungan mereka.
Taubat mereka tidak sah hanya dengan sekadar menyesal. Namun mereka harus memperbaiki dan menjelaskannya kepada orang banyak. Karena mereka telah banyak merusak akal dan dhamir banyak manusia, serta menyesatkannya. Mereka harus melenyapkan atau menarik peredaran faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan itu, baik berupa buku, kaset, atau film dengan segala cara. Dan jika mereka tidak mampu maka mereka harus menjelaskan kepada khalayak melalui koran atau media lainnya. Dan mereka harus menjelaskan dengan gamblang sikap mereka yang baru dan kembalinya dia dari sikap dan tindakannya sebelumnya, dengan berani dan yakin (Seperti yang dilakukan oleh Dr. Mushthafa Mahmud, Khalid Muhammad Khalid, dan yang lainnya yang diberikan petunjuk oleh Allah SWT ).
________________________________________
Judul Asli: at Taubat Ila Allah
Pengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Maktabah Wahbah, Kairo
Cetakan: I/1998
Minggu, 28 Maret 2010